Elemen Ponpes Harus Bertipe Climbers untuk Kurangi Dampak Multi Dimensi Pandemi

Seluruh elemen Ponpes di Indonesia, diharapkan berposisi sebagai orang dengan tipe climbers dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Elemen Ponpes Harus Bertipe Climbers untuk Kurangi Dampak Multi Dimensi Pandemi
Kepala Dinkes Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana saat menjadi pemateri dalam Webinar Santri Tangguh, Sehat dan Produktif di Era Pandemi Covid-19.

SURABAYA, HARIAN BANGSA.net - Seluruh elemen yang ada di pondok pesantren (Ponpes) di Indonesia, diharapkan dapat berposisi sebagai orang dengan tipe climbers (orang-orang pendaki) dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama terkait penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB). Ini dilakukan untuk mengurangi dampak multidimensi di dalam lingkungan ponpes akibat pandemi Covid-19.

Menurut Dr. Nono Hery Yoenanto, S.Psi, MPd, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, orang dengan tipe climbers ini akan menyikapi permasalahan yang menghadang secara positive thinking, optimis dan percaya diri. 

Dibandingkan dua tipe lain, yaitu tipe Quitters (orang-orang yang berhenti) dan tipe Campers (orang-orang yang berkemah), maka orang dengan tipe climbers akan lebih mampu mengatasi masalah yang dihadapi.

Selain itu kunci lainnya adalah para pengasuh ponpes, ustadz, ustadzah dan seluruh santri dituntut pula meningkatkan resiliensi. Ini sebagai upaya untuk tetap tangguh bertahan menghadapi situasi sulit seperti saat ini.

“Resiliensi itu sendiri adalah kapasitas seseorang untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan. Resiliensi masing-masing orang itu berbeda-beda. Tetapi, ustadz, ustadzah dan pengasuh ponpes harus memotivasi siswa. Jika pengasuh ponpes resiliensinya bagus, maka itu akan diikuti oleh seluruh santri,” kata Nono Hery Yoenanto, saat menjadi pemateri dalam Webinar Santri Tangguh, Sehat dan Produktif di Era Pandemi Covid-19, yang diselenggarakan oleh Geliat Airlangga bekerjasama dengan UNICEF. 

Di hadapan pengasuh empat ponpes besar di Jombang, masing-masing PP Darul Ulum, PP Bahrul Ulum, PP Mambaul Ma’arif, dan PP Tebu Ireng, serta satu ponpes di Kediri yaitu PP Lirboyo, Hery Yoenanto mengatakan,  untuk meningkatkan resiliensi seseorang dibutuhkan rumus OPERATEB (optimis, kendalikan impulse/dorongan, memiliki empati, regulasi emosi secara tepat, analisis situasi/penyebab, tingkatkan aspek positif, efikasi diri, bersyukur).

Rumus OPERATEB ini menurut Hery, bisa dijadikan patokan pengasuh ponpes untuk mengenalkan AKB kepada santri di lingkungan ponpes. Langkah dengan rumus tersebut bisa dijadikan pegangan pengasuh ponpes, sebagai upaya memutus penyebaran Covid-19 di lingkungan internal pondok. 

“Pandemi Covid-19 ini berdampak multi dimensi, baik itu dampak perubahan dari sisi spiritual, perubahan dampak sisi sosial, dampak finansial, dampak pendidikan, dampak kesehatan fisik dan mental, serta dampak keluarga. Sementara pondok pesantren sendiri memiliki kemampuan berbeda-beda dalam kesiapan Adaptasi Kesiapan Baru,” tukas Hery Yoenianto.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana juga menekankan pentingnya membuat santri menjadi tangguh menghadapi pandemi Covid-19. Ia berharap, semua ponpes di Jawa Timur menjadi ponpes yang tangguh. Dengan sarana dan fasilitas yang ada di Ponpes, bisa dilakukan upaya preventif pencegahan penularan Covid-19.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk melakukan pengawalan dan pendampingan kepada seluruh elemen ponpes di Jawa Timur yang jumlah ponpes mencapai 4.718 pondok, dan jumlah santri mencapai 928.363 orang.

“Kami akan terus melakukan pengawalan dan pendampingan, sehingga nanti adik-adik santri disana tetap sehat. Begitu juga dengan pengasuh dan pimpinan pondok pesantren, kita kawal dengan sebaik-baiknya,” kata Kadinkes Jawa Timur, saat memberikan sambutan pembuka dalam kegiatan webinar.

Menurut Herlin, santri yang sehat bukan hanya terhindar dari penyakitnya saja, akan tetapi juga sehat badannya, jiwanya, sosialnya, sehingga memiliki imunitas tinggi. “Perang melawan corona ini belum berakhir. Jangan menyerah dan terserah. Semua harus berjuang,” jelas Herlin.

Di tempat sama Ketua Persatuan Dokter NU Jawa Timur, dr. Heri Munajib mengingatkan seluruh elemen di ponpes, bahwa pandemi Covid-19 ini bukanlah abal-abal atau sekedar settingan, karena sudah dialami oleh banyak orang.

“Pandemi ini betul-betul ada. Ini bukan settingan atau konspirasi seperti yang banyak disampaikan. Covid ini penyakit dengan seribu wajah, mulai dari yang tidak ada gejala sampai dengan gejala berat. Tetapi yang harus diingat juga, Covid itu bisa diobati hingga sembuh. Kuncinya, jika ada gejala segera berobat, jangan ditunda,” kata Heri Munajib.

Child Survival and Development (CSD) Specialist UNICEF Indonesia, Dr. Armunanto, Drs, M.PH., juga mengingatkan bahwa seluruh santri dan elemen lain di lingkungan pondok pesantren harus tetap kuat dan siap untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru.

“Selalu melakukan 3M. Yaitu, memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak di lingkungan masing-masing. Pandemi Covid-19 masih belum selesai sampai saat ini. Maka perlu diskusi dan sharing untuk penguatan psikologis,” terang Armunanto. Secara nasional per bulan Februari 2020, jumlah ponpes se-Indonesia tercatat sebanyak 28.194 ponpes, dengan jumlah santri sekitar 18 juta orang (santri mukim, non mukim, TPQ, Madrasah), dan jumlah pengajar mencapai 1.500.000. (*/mid/dur)