Gegara Ayah dan Kakeknya, AKP Sugeng Sulistiyo Mencintai Reog

Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas (Kanit Laka) Polresta Sidoarjo AKP Sugeng Sulistiyono sudah sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), cinta dengan kesenian budaya lokal, reog Ponorogo.

Gegara Ayah dan Kakeknya, AKP Sugeng Sulistiyo Mencintai Reog
AKP Sugeng Sulistiyo saat memerankan sosok Mbah Bejo

Sidoarjo, HARIAN BANGSA.net - Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas (Kanit Laka) Polresta Sidoarjo AKP Sugeng Sulistiyono sudah sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), cinta dengan kesenian budaya lokal, reog Ponorogo.

Sugeng, sapaan Sugeng Sulistiyo, seorang perwira polisi angkatan 2010 ini juga tidak bisa membiarkan tubuhnya diam, saat mendengar alunan musik khas pengiring kesenian reog.

"Rasanya ingin menari. Itu murni. Tangan, dan kaki menari, seperti tanpa sadar. Rasa-rasanya sudah mendarah daging dengan kesenian reog," ujarnya, Kamis (29/4).

Sugeng kelahiran Kecamatan Kebonsari, Madiun, 17 Juni 1971. Dia kini dikarunia tiga anak, yaitu, Bripda Esthy Prabawati, anggota di Polres Jombang, Bripda M. Firmansyah Akbar berdinas di Polresta Sidoarjo, dan Zahara Kamila Husnah. Sugeng menceritakan awal mula dirinya mencintai budaya reog.

Saat itu, disadari Sugeng, bakat memainkan kesenian reog dirasakannya saat masih duduk di bangku SD, sekitar 1985. Saat itu dirinya menginjak kelas 6 SD.

Terlebih, Sugeng merupakan keturunan keluarga pecinta kesenian reog Ponorogo. Ayahnya Toemiran, bersama kakeknya, Eyang Kertoyadi, sudah lama memiliki alat musik pengiring kesenian reog. Mulai dari alat musiknya, termasuk dadak meraknya, atau topeng yang biasa digunakan untuk tarian reog.

"Saya bisa karena sering melihat kru paguyuban reog ayah dan kakek sedang latihan. Karena senang, dan cinta seni itu saya belajar. Akhirnya bisa menjadi penari Bujang Ganong," Terangnya.

Seiring berjalannya waktu, suami Sri Wahyuni terus belajar mendalami kesenian reog. Khusunya menjadi penari Bujang Ganong, sampai mahir. Bahkan, Sugeng mengaku sempat merasa aneh dengan dirinya sendiri. Sebab, terkadang tanpa disadarinya, Sugeng mampu menciptakan model tarian sendiri.

"Banyak sekali model tariannya seperti, tarian model jeblak, colok dan lainnya. Tapi anehnya, itu saya merasa ingin melakukan model tarian sendiri," jelasnya.

"Model tarian bumi dan langit dijadikan satu kekuatan ini modelnya tangan menapak bumi dan kepala menengadah ke langit. Muncul saja seperti naluri dalam diri saya. Bahkan, terkadang bukan saya yang mengikuti alunan musik, tapi malah sebaliknya, saya dikejar kendang," urainya.

Namun, untuk bisa terus mencintai kesenian budaya reog khas daerah Ponorogo, Sugeng juga tidak lepas dari suatu perjuangan. Sugeng sempat ditentang oleh orang tuanya sendiri. Sugeng diminta agar fokus mengemban pendidikan di jenjang SMA.

Sugeng telah mahir dalam memainkan tarian Bujang Ganong. Dia sering diundang untuk tampil di sebuah acara hajatan, seperti khitanan, pernikahan, dan lainnya. Namun harus sementara waktu ditinggalkannya.

Sugeng menambahkan, selain perjuangan, kecintaannya terhadap kesenian reog juga memberinya kenangan yang berkesan. Sugeng bersama salah satu teman sekolahnya di SMP 1 Dolopo, yaitu, Reni, terpilih mewakili sekolah menampilkan kesenian reog di acara kebudayaan tingkat nasional. Acara ini disaksikan secara langsung oleh presiden, sekitar 1986.

"Saat itu, tampil di acara pramuka tingkat nasional. Dalam kegiatan perkemahan di Cibubur itu, setiap peserta diminta panitia untuk menampilkan seni khas kebudayaannya masing-masing. Disitu saya tampilkan tarian Bujang Ganong, kesenian reog Ponorogo," kenangnya.(cat/rd)