Wabup Nganjuk Turun Tangan Hadapi Eksekusi Rumah Janda

Wabup Nganjuk Turun Tangan Hadapi Eksekusi Rumah Janda
Wabup Kang Marhaen di lokasi eksekusi rumah, saat berbicara dengan Tukinah yang sebagian rumahnya ikut di bongkar. Bambang DJ/ HARIAN BANGSA.

Nganjuk, HARIAN BANGSA - Berbagai cara agar pelaksanaan eksekusi tanah dan rumah milik janda Sukarni (tergugat), dilakukan penundaan. Hal ini karena janda ini belum memiliki tempat untuk tinggal. Eksekusi tanah beserta bangunan rumah di atasnya, merupakan hasil putusan Pengadilan Negeri Nganjuk yang harus dilaksanakan.

Sukarni (52) warga Dusun Ngadirejo, Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso, Nganjuk sendiri sehari sebelum pelaksanaan eksekusi ingin meminta keadilan. Dia melayangkan surat ke Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa agar dilakukan penundaan. Bahkan Sukarni juga menemui Bupati Nganjuk Mas Novi di pendapa kabupaten, agar sebelum dilakukan eksekusi dicarikan tempat untuk tinggal.

Pelaksanaan eksekusi sendiri tetap dilaksanakan Rabu (5/2), oleh PN Nganjuk dan dihadiri kedua kuasa hukum tergugat maupun penggugat, Wakil Bupati Kang Marhaen, camat Rejoso, dan kades Ngadiboyo.

Tergugat saat mediasi di kantor Desa Ngadiboyo tidak sadarkan diri dan dilarikan ke Puskesmas Rejoso untuk mendapatkan perawatan. Hal ini terjadi sebelum pelaksanaan eksekusi yang direncanakan pukul 09.00 WIB. Akibatnya molor hingga 1,5 jam.

Wabup Kang Marhaen menerangkan kehadirannya merupakan tugas dari Mas Novi. Dia hadir untuk memediasi karena tergugat meminta keadilan. Pasalnya, sebelum pelaksanaan agar disediakan tempat tinggal sementara.

"Saya tadi juga meminta kebijakan dari penggugat dan pengadilan supaya menyediakan tempat sementara bagi pihak yang kalah atau tereksekusi," kata kang Marhaen.

Menurutnya, pemerintah tetap hadir karena mereka semua adalah warga Nganjuk. Setidaknya tempat sementara yang dibutuhkan untuk menaruh barang dan pemiliknya maksimal 1 tahun. "Saya inginkan proses eksekusi berjalan lancar dan tergugat maupun penggugat bisa melaksanakan aktivitasnya kembali," pintanya.

Dijelaskannya, hal inijuga  harus diketahui masyarakat Nganjuk agar memikirkan kembali sebelum melakukan pinjaman di bank. Selain itu,  harus disesuaikan dengan harga jaminan.

Murtini selaku penggugat yang telah dinyatakan menang melalui penasihat hukum Prapto Suharjo  menjelaskan, proses mediasi sebenarnya sudah sering dilakukan tapi banyak penawaran yang ditolak oleh pihak tergugat.

"Jika pihak tergugat akan melakukan upaya hukum menurut saya itu hal biasa dalam perkara. Silakan saja kita siap menghadapinya," tegas Prapto.

Sementara, kuasa hukum tergugat Bambang Budi Purnomo tetap keberatan pelaksanaan eksekusi. Pertama karena harta tanah beserta rumah masih dalam proses sengketa gono gini yang belum dibagi. Keberatan kedua, pelaksanaan eksekusi juga merembet ke sebelah dengan membongkar tembok dan dapur tetangga tergugat.

"Saya jelaskan bahwa perintah isi eksekusi, yaitu mengosongkan seisi rumah dan pemiliknya. Bukan melakukan pembongkaran rumah tetangga yang di luar isi eksekusi," tegasnya.

Menurutnya, sengketa dengan sebelah merupakan sengketa batas, dan itu masuk dalam sengketa tersendiri. "Saya lihat pelaksanaan eksekusi ini sudah melebihi atas kemauan putusan (ultrapetita)," jelasnya.

Sedangkan pemilik rumah yang ikut dibongkar merasa bengong dan terheran, tiba-tiba sebagian rumahnya dipotong dan genting diturunkan. Tukinah (64) lelaki paro baya ini hanya bisa terdiam saat sebagian rumahnya masuk dalam eksekusi, tanpa pemberitahuan dan ada pengukuran terlebih dahulu.

"Saya inginkan diukur dahulu sebelum membongkar. Saya jelas dirugikan karena saya warga kecil harus mengalami hal seperti ini. Mana bentuk keadilan," keluh Tukinah.(bam/rd)