Koalisi Masyarakat dan Pers di Surabaya Tolak RUU Penyiaran
Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) Tolak RUU Penyiaran Surabaya demo di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (28/5).
Surabaya, HARIANBANGSA.net - Puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) Tolak RUU Penyiaran Surabaya demo di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (28/5). Mereka beraksi damai menolak semua pasal pembungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di RUU Penyiaran.
Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) Tolak RUU Penyiaran Surabaya terdiri dari Perwarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PPMI DK Surabaya, dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Seperti diketahui, DPR akan membahas revisi RUU Penyiaran pada Rabu (29/5). Pasal-pasal tersebut akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
"Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
“Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama," ujar Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya Suryanto.
Menurutnya, pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan. “Seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2," jelas Suryanto.
Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi. Disamping itu, adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
"Untuk itu kami menuntut DPR segera menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini. Serta harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," tegas pria berkacamata ini.
Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Eben Haezer Panca juga mengungkapkan, dalam RUU Penyiaran ini independensi media terancam. "Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E," jelas Eben.
Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif. Seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya
"Kami menuntut dan menyerukan memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif dan pegiat media sosial di Surabaya khususnya, untuk turut serta menolak RUU Penyiaran ini,” jelas Eben.
Ia percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak azasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. “Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa lanjutan jika tuntutan kami tidak dipenuhi," pungkas Eben.(rd)