Menahan Ijazah Karyawan Dilarang, Bisa Hambat Investasi di Surabaya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawannya.

Menahan Ijazah Karyawan Dilarang, Bisa Hambat Investasi di Surabaya
Kepala Disnaker Kota Surabaya Achmad Zaini saat mendampingi seorang eks karyawan perusahaan swasta bernama Nila Handiarti untuk melapor ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawannya. Pihaknya bahkan siap mendampingi langsung pekerja yang menjadi korban untuk melapor ke pihak kepolisian.

“Perdanya sudah jelas. Menahan ijazah itu tidak diperbolehkan. Kalau ada yang ijazahnya ditahan, silakan lapor. Akan langsung saya dampingi,” ujar Eri, Selasa (15/4).

Larangan penahanan ijazah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 pasal 42. Dalam aturan itu disebutkan bahwa pengusaha dilarang menyimpan dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp 50 juta.

Pernyataan tersebut disampaikan Eri menanggapi laporan seorang pekerja asal Pare, Kediri, yang mengaku ijazahnya ditahan oleh perusahaan tempat ia bekerja di Surabaya. Namun pihak perusahaan membantah bahwa pekerja tersebut adalah karyawannya.

Menurutnya, situasi tersebut menimbulkan perdebatan dan berpotensi menghambat iklim investasi di Surabaya. Untuk itu, Pemkot Surabaya mengambil langkah tegas dengan mendorong penyelesaian melalui jalur hukum. "Nah, yang menentukan siapa benar atau tidak, tidak bisa kita. Periksa sekalian, yang salah harus bertanggung jawab," tegasnya.

Eri menjelaskan bahwa meskipun kewenangan pengawasan ketenagakerjaan berada di tingkat provinsi sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, pihaknya tetap aktif melakukan mediasi. "Jadi kita dampingi, sampai ke pengadilan pun akan kita dampingi. Sehingga ketidakadilan dan kesewenang-wenangan tidak terjadi di Surabaya,” katanya.

Ia juga mengimbau agar para pelaku usaha di Surabaya tidak melakukan praktik serupa. Menurutnya, menahan dokumen penting seperti ijazah sama saja dengan merampas hak dasar seseorang. “Sekali-sekali jangan mematikan hak orang. Ijazah itu hak pribadi. Kalau ada korban lain, apalagi warga Surabaya, laporkan saja. Saya bela,” tegasnya.

Sementara itu, Pemkot Surabaya mendampingi seorang eks karyawan perusahaan swasta bernama Nila Handiarti untuk melapor ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Senin (14/4). Laporan tersebut terkait dugaan penahanan ijazah yang dilakukan oleh eks perusahaan tempat Nila bekerja.

Usai membuat laporan, Nila Handiarti mengungkapkan bahwa laporan yang disampaikannya kepada kepolisian semata-mata agar ijazah miliknya bisa dikembalikan oleh pihak perusahaan. “Sesuai suratnya, sudah ada laporan polisi, sudah selesai (laporan),” kata Nila kepada awak media di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Senin (14/4).

Nila menegaskan bahwa laporan yang dibuatnya berkaitan langsung dengan dugaan penahanan ijazah oleh eks perusahaan tempatnya bekerja. “Ijazah ditahan. Saya hanya meminta ijazah saja dikembalikan, itu saja,” tegas Nila.

Saat ditanya siapa pihak yang dilaporkan, Nila hanya merujuk pada informasi yang sebelumnya juga telah disampaikan oleh Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. “Sudah sesuai yang ada di videonya (Wakil Wali Kota) Bapak Armuji,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Achmad Zaini menyatakan bahwa pendampingan tersebut merupakan bentuk dukungan Pemkot Surabaya terhadap warga yang mengalami masalah ketenagakerjaan. “Saya mendampingi Mbak Nila. Sudah ada bukti tanda laporan ke kepolisian,” kata Achmad Zaini.(ari/rd)