Soal Penanganan Stunting, DPRD Surabaya Berharap BPS Transparan Data Tiap Daerah

Surabaya, HB.net - Permasalahan utama dalam sistem pemerintahan saat ini adalah ego sektoral antar institusi, termasuk di antaranya adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tidak pernah diberikan secara gamblang kepada Pemerintah Daerah. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni menanggapi keluhan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi terkait perbedaan data penanganan stunting antara Pemkot Surabaya dengan BPS.
Menurut Toni, sapaan akrab Arif Fathoni, data BPS seharusnya menjadi data primer atau acuan bagi bagi kepala daerah dalam merancang dan melaksanakan program pembangunan. Baik itu yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun inisiatif daerah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Data BPS itu adalah data primer. Jika Pemkot Surabaya tidak memiliki akses penuh terhadapnya, maka berbagai program pembangunan akan sulit dievaluasi secara objektif dan tepat sasaran,”kata dia, Kamis (15/5/2025).
Lebih lanjut, Toni mencontohkan dalam kasus stunting, data yang dimiliki Pemkot Surabaya sering berbeda dengan hasil survei BPS. Hal ini dapat menghambat langkah konkret dalam menangani permasalahan gizi kronis efektivitas yang memengaruhi perkembangan anak tersebut.
“Kalau data utamanya tidak sinkron, pasti bertemu penanganannya berbeda. Pemkot Surabaya bisa jadi mengklaim satu capaian, tapi BPS mengungkap hal yang berbeda. Ini tentu menimbulkan kebingungan publik,” jelas mantan jurnalis ini.
Untuk itu, Toni yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya berharap keluhan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dapat menjadi perhatian Pemerintah Pusat agar mampu mendorong lahirnya sistem data yang transparan, komprehensif, dan dapat diakses hingga ke level daerah.
“Di era kepemimpinan Presiden Prabowo, saya berharap BPS lebih terbuka pada seluruh kepala daerah se Indonesia tentang data hasil penelitian statistiknya. Sehingga sangat baik bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk sebagai rujukan RPJMD. Sehingga pembangunan yang dilakukan itu tepat sasaran dan tepat guna. Karena tanpa data yang akurat dan terbuka mustahil pembangunan bisa tepat sasaran. Jadi, sudah saatnya semua pihak meninggalkan ego sektoral dan bersatu dalam satu visi, yakni mewujudkan kesejahteraan nyata bagi seluruh rakyat Indonesia,”tegas Toni.
Ditanya apakah data menjadi pemicu utama penanganan problem di masyarakat, Toni menilai bahwa permasalahan ini lebih kepada koordinasi antar instansi yang perlu ditingkatkan.
“Saya pikir ini hanya koordinasi yang perlu ditingkatkan saja. Sebenarnya ada banyak hambatan yang terjadi dalam pengelolaan pemerintahan daerah, tidak hanya data BPS yang dishare secara terbuka kepada pemerintah daerah,”jelas dia.
Selain itu, mantan Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya ini juga menyinggung hambatan lain dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Contohnya seperti kesulitan mendapatkan data terkait keberadaan warga negara asing (WNA).
“Katakanlah Dinas Kependudukan meminta data kepada imigrasi berapa warga negara asing yang ada di Kota Surabaya, berapa yang menggunakan visa on arrival, berapa yang menggunakan visa kerja, itu kadangkala juga memang masih ada hambatan psikologis,” ungkap dia.
Seorang perawat sedang menangani sejumlah bayi yang baru dilahirkan di salah satu rumah sakit. foto: ilustrasi
Karena itu, Toni berharap, di masa pemerintahan yang baru, seluruh institusi pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, dapat lebih terbuka dan sadar akan pentingnya berbagi data demi tujuan bersama, yaitu mensejahterakan masyarakat Indonesia.
“Karena tujuan kita ini sama, sama-sama mengabdi kepada bangsa dan negara untuk melaksanakan tujuan kita bernegara yakni mensejahterakan masyarakat Indonesia,” tandasnya. (lan/ns)