Rumah Lahir Bung Karno jadi Milik Pemkot Surabaya, Ketua DPRD Apresiasi Langkah Walikota

“Terima kasih Bu Risma. Langkah Bu Risma ini bukan hanya untuk sejarah Surabaya, tapi untuk sejarah negeri ini, bahkan sejarah dunia karena Bung Karno juga merupakan pemimpin berpengaruh dunia,” kata Adi.

Rumah Lahir Bung Karno jadi Milik Pemkot Surabaya, Ketua DPRD Apresiasi Langkah Walikota
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono saat proses penyerahan Rumah Lahir Bung Karno.

SURABAYA, HARIANBANGSA.net - Rumah kelahiran Soekarno atau Bung Karno di Jalan Peneleh Gang Pandean IV, Nomor 40, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, resmi diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Senin (17/8/2020), bertepatan dengan HUT ke-75 RI. Proses penyerahan dilakukan oleh ahli waris kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di depan rumah bersejarah itu.

Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengapresiasi langkah Risma dalam memproses penyerahan rumah bersejarah tersebut ke pangkuan negara.

“Terima kasih Bu Risma. Langkah Bu Risma ini bukan hanya untuk sejarah Surabaya, tapi untuk sejarah negeri ini, bahkan sejarah dunia karena Bung Karno juga merupakan pemimpin berpengaruh dunia,” kata Adi.

“Di rumah tersebut, Bung Karno dilahirkan, pada 6 Juni 1901, saat fajar menyingsing, sehingga beliau pun disebut sebagai Putra Sang Fajar. Jadi nilai sejarah rumah di Gang Pandean itu luar biasa, karena dari sanalah lahir pemimpin besar republik ini,” imbuh Adi yang juga ketua DPC PDIP Surabaya.

Adi mengatakan, penyerahan rumah kelahiran Bung Karno itu menegaskan identitas Surabaya sebagai “dapur nasionalisme”, sebagaimana sebutan yang disematkan Bung Karno terhadap kota ini.

“Di kota inilah, Bung Karno dilahirkan dan dididik dalam dinamika pemikiran serta aksi-aksi progresif memerdekakan Republik. Di kota inilah, nasionalisme Indonesia merdeka berkembang lebih pesat dibanding daerah lain yang masih berdasarkan politik identitas geografis saat itu,” ujar Adi.

Adi menambahkan, DPRD Surabaya juga mendukung langkah Pemkot Surabaya untuk menjadikan kawasan Peneleh sebagai sentra wisata edukasi nasionalisme. Di sana, selain ada rumah kelahiran Bung Karno, juga terdapat rumah HOS Tjokroaminoto tempat Bung Karno dan banyak tokoh pergerakan kemerdekaan ditempa pemikirannya.

Di sekitar kawasan tersebut juga Langgar Dukur Kayu di Kampung Lawang Seketeng, Makam Mbah Pitono, dan beberapa tempat bersejarah lainnya.

“Kami mendukung yang dilakukan Bu Risma untuk mengembangkan wisata edukasi kebangsaan atau nasionalisme di kawasan tersebut. Ini sangat penting bagi generasi muda untuk mengetahui perjalanan hidup Bung Karno. Mengkhidmati nilai-nilai kejuangan dan ajaran-ajaran Bung Karno yang mempunyai rasa cinta luar biasa terhadap Indonesia,” kata Adi.

Sementara Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Budi Leksono mendukung rencana Pemkot Surabaya menjadikan kampung Peneleh dan sekitar, menjadi kawasan wisata kebangsaan. Menyusul akuisisi rumah kelahiran sang proklamator Bung Karno.

"Banyak situs bersejarah dikawasan Peneleh dan Pandean. Seperti rumah HOS Tjokroaminoto, guru bangsa sekaligus guru dari para penggerak revolusi Indonesia. Di rumah itu para tokoh pergerakan revolusi diantaranya Bung Karno, Semaun, Muso dan Kartosuwiryo indekost," terangnya.

Selain itu menurut Budi, di sekitar lokasi tersebut ada Langgar Dhuwur yang dibangun di pertengahan tahun 1800-an. Ada pula Lawang Seketeng dan makam Mbah Pitono. "Menurut keterangan para sesepuh kampung,  Mbah Pitono adalah guru ngaji Bung Karno dimasa kanak-kanak," ungkapnya.

Dikawasan itu terdapat pula sumur tua yang oleh warga disebut sumur Jombong. "Sumur ini diceritakan warga sebagai situs kuno peninggalan jaman Majapahit," ungkapnya lagi.

Lebih lanjut Budi menambahkan, banyak bangunan bersejarah yang bisa di integrasikan dengan kawasan Peneleh dan Pandean sebagai kawasan wisata kebangsaan. "Ada gedung GNI di Jl.Pahlawan, Tugu Pahlawan, sekolah SD Bung Karno di belakang kantor Gubernur, kantor pos Kebon Rojo dan lain-lain," ujarnya.

Membandingkan dengan Yogyakarta yang terkenal dengan wisata budaya, Budi menerangkan banyak situs sejarah di Yogyakarta yang letaknya di perkampungan.

"Yang penting bagaimana menyiapkan masyarakat dikampung tersebut agar terbuka dengan wisatawan. Masyarakat setempat bisa diberdayakan, misalnya sebagai pemandu wisata atau sebagai produsen souvenir. Di Yogyakarta masyarakat kampung sudah menjadi aset wisata," pungkasnya.(lan/ns)