Perlu Dibentuk Dewan Advokat Nasional agar Profesi Terlindungi

Para advokat di Jawa Timur sepakat mengajukan usulan ke pemerintah agar dibentuk Dewan Advokat Nasional (DAN).

Perlu Dibentuk Dewan Advokat Nasional agar Profesi Terlindungi
Seminar Hukum Nasional Menuju Advokat Berkualitas, Berwibawa, dan Bermartabat secara hibrid di Aula Universitas Sunan Giri (Unsuri), di Sidoarjo.

Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Para advokat di Jawa Timur sepakat mengajukan usulan ke pemerintah agar dibentuk Dewan Advokat Nasional (DAN) untuk mengatur kewenangan, keprofesian, serta menjaga martabat dan wibawa Advokat di Indonesia.

Banyak masalah di profesi advokat. Di antaranya, saat ini total organisasi profesi advokat di Indonesia, 61 organisasi. Masing-masing memiliki kode etik profesi sendiri-sendiri. Bila ada advokat terkena sanksi di satu organisasi, dia akan meloncat ke organisasi lainnya.

Harusnya ada satu kode etik profesi dan sertifikasi advokat yang berlaku nasional. Itu semua bisa dikeluarkan bila ada DAN. Masalahnya DAN tidak ada. Belum lagi, Undang Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 sampai saat ini belum ada PP-nya. Pemerintah pun sepertinya tidak serius memperhatikan profesi advokat.

Demikian hasil Seminar Hukum Nasional Menuju Advokat Berkualitas, Berwibawa, dan Bermartabat secara hibrid di Aula Universitas Sunan Giri (Unsuri),di Jalan Brigjen Katamso II, Bandilan, Waru, Sidoarjo, Sabtu (20/8).

Seminar ini sendiri diprakarsai mahasiswa Magister Hukum Unsuri bekerja sama dengan Komite Reformasi Advokat Nasional (KRAN). Dan, diikuti sekitar 300 peserta secara daring dan luring. Mereka baik dari kalangan advokat juga dari mahasiswa Magister Hukum Unsuri.

Tiga pembicara hadir di seminar ini. Mereka adalah Rohman Hakim, ketua Komite Reformasi Advokat Indonesia (KRAN) dan ketua umum Yuristen Legal Indonesia (YLI). Pembicara kedua, perwakilan dari mahasiswa Magister Hukum Unsuri, KH Fajruddin Fatwa. Pembicara ketiga, Tjoetjoe Sadjaja H, pPresiden Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Pembicara pertama, Rohman mengatakan, keberadaan profesi advokat dalam titik nadir. “Saya katakan, hidup segan mati tidak mau. Posisi tawar advokat sangat lemah di mata para penegak hukum. Sehingga di lapangan ketika mendampingi klien, banyak advokat terkena masalah. Banyak advokat dikriminalisasi. Harusnya ini tidak boleh terjadi,” katanya.

Ini semua pemicunya antara lain, pertama, tumpulnya hak imunitas advokat dan lemahnya perlindungan profesi advokat. Harusnya dalam menjalankan profesinya advokat dilindungi. Rohmah mencontohkan, pertama, penyidik polisi begitu mudah memanggil advokat untuk dimintai keterangan tanpa terlebiih dulu mendapatkan izin dari dewan kehoramatan advokat masing-masing.

Pihaknya iri dengan profesi wartawan, dokter, dan notaris. Misalkan wartawan dalam menjalan profesinya dilindungi oleh UU No 40 Tahun 1999 melalui Dewan Pers. Bila ada wartawan terkena masalah hukum di lapangan, maka Dewan Pers akan turun untuk lakukan advokasi. Dewan Pers ada satu kode etik dan uji kompetensi wartawan yang berlaku nasional.

Rohman juga menyoroti lemahnya sanksi etik advokat. Saat seorang advokat terkena sanksi etik oleh organisasinya, dia dengan mudahnya akan pindah ke organisasi advokat lain. "Contoh kasus, Advokat Hotman Paris Hutapea dan Rasman Nasution telah dikenai sanksi tidak bisa beracara selama 3 bulan dan diberhentikan dari praktik pengacaranya. Namun, yang bersangkutan mengabaikan putusan tersebut dan loncat ke organisais advokat yang lain. Ironisnya, organisasi advokat baru mau menerimanya. Ini semua tidak salah. Itu, karena belum diatur regulasi dan kode etik bersama," jelasna

Sementara itu, pembicara Tjoetjoe sependapat dengan Rohmah perlu dibentuk atau diusulkan ke pemerintah untuk dibentuk Dewan Advokat Nasional (DAN). Kewenangan DAN nanti menentukan standar ujian advokat baik online maupun offline, simulasi sistem peradilan.

“Banyak advokat jadi tergugat karena tidak diajari simulasi peradilan saat rekrutmen. Ada wawancara saat rekrutmen advokat, supaya tahu emosi psikologis, latar belakang sosial calon advokat. Nanti advokat yang ideal bagaimana bisa terwujud,” ujarnya.

Orang yang duduk di DAN nanti bisa jadi sembilan komisioner. Komisioner bisa jadi akademisi, praktisi, dan negara. Pendanaan bisa jadi dari negara. “Tapi bila negara tak ada dana, indipenden oke saja,” imbuhnya.

Sebelumnya penutupan, ada penandatangan pakta intergritas 15 organisasi advokat untuk selalu memegang marwah dan amanat advokat yang selalu memperjuangkan keadilan dengan ahlakul karimah.(rd)