Eri Cahyadi Tanggapi soal Nenek Penjual Rujak Gugat Pemkot Surabaya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menanggapi gugatan seorang nenek bernama Kinasih (68), penjual rujak cingur di Jalan Pumpungan I, Surabaya.

Eri Cahyadi Tanggapi soal Nenek Penjual Rujak Gugat Pemkot Surabaya
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi ketika memberikan keterangan.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menanggapi gugatan seorang nenek bernama Kinasih (68), penjual rujak cingur  di Jalan Pumpungan I, Surabaya. Nenek tersebut menggugat dirinya  ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gugatan tersebut dilayangkan karena Kinasih keberatan dengan terbitnya surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan wali kota pada tahun 1981 kepada pihak lain yang kini menguasai tanah miliknya.

"Itu gugatan untuk Wali Kota Pak Moehadji (Moehadji Widjaja) tahun 1981. Jadi itu (gugatan) sebenarnya bukan dengan pemerintah kota, tapi itu adalah tanah sengketa," kata Cak Eri, Sabtu (30/12) lalu.

Ia menjelaskan, IMB yang dikeluarkan oleh Wali Kota Moehadji Widjaja pada tahun 1981, bukanlah bukti kepemilikan tanah, melainkan izin mendirikan bangunan. "IMB itu bukan bukti kepemilikan tanah, tapi IMB itu adalah (izin) mendirikan bangunan," ujarnya.

Eri menyebut bahwa sengketa tanah antara Kinasih dengan pihak gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sudah pernah dibawa ke pengadilan. "Terkait sengketa tanahnya, itu antara pemilik 1 (Kinasih) dan gerejanya. Dan ini sudah pernah ke pengadilan antara kedua (pihak) itu. Jadi karena saya sebagai wali kota, ya dijalani," tuturnya.

Karenanya, ia kembali menegaskan bahwa gugatan itu sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Pasalnya, gugatan berkaitan dengan pemberian IMB yang dikeluarkan wali kota Surabaya di era yang jauh sebelum ia dilantik. "Jadi tidak ada sangkut pautnya, karena itu adalah tahun 1981, soal pemberian izin IMB," tegasnya.

"Kalau pemerintah kan memang  mengeluarkan IMB, tapi IMB bukan bukti kepemilikan tanah, tapi bukti pendirian bangunan. Kalau bukti kepemilikan tanah (yang mengeluarkan) dari BPN (Badan Pertanahan Nasional)," sambungnya.

Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Kota Surabaya, Sidharta Praditya Revienda Putra menjelaskan bahwa sebelumnya Kinasih sempat mengajukan gugatan ke PN Surabaya pada Selasa, 8 Juni 2015. Namun, gugatan nomor perkara 484/PDT.G/2015/PN SBY tersebut ditolak oleh hakim ketua kala itu. Putusan itu dikeluarkan oleh PN Surabaya pada 8 Maret 2016.

Pada intinya, Sidharta menegaskan bahwa persetujuan wali kota Surabaya pada masa kepemimpinan Moehadji Widjaja, adalah terkait pendirian bangunan atau IMB dan bukan hak kepemilikan tanah.

“Jadi, intinya itu bukan aset pemkot, persetujuan wali kota itu wajar kaitannya dengan pendirian bangunan. Dulu mereka sudah pernah menggugat ke pengadilan tapi ditolak saudara Kinasih ini. Nah, itu kan untuk mendirikan bangunan yang digugat. Sedangkan di berita yang beredar disampaikan bahwa wali kota yang memberikan tanah, kan nggak mungkin,” tegasnya.

Sidharta juga menerangkan bahwa gugatan Kinasih pada saat itu ditujukan kepada pimpinan HKBP Manyar Surabaya, PT Bumi Indah Jaya, dan kepala Kelurahan Mojo. Waktu itu, Kinasih menggugat terkait pendirian bangunan, bukan soal hak kepemilikan tanah.

“Seharusnya itu gugatan antara pihak gereja (HKBP) dengan Kinasih terus sekarang digeser masalah pemkot yang sebenarnya nggak pas,” terangnya.

Setelah gugatannya ditolak pada 18 Desember 2023, Kinasih kembali mengajukan gugatan dengan nomor perkara 1352/Pdt.G/2023/PN Sby. Kali ini, Kinasih menggugat Pemkot Surabaya dan wali kota.

Mengenai gugatan tersebut, Sidharta menyatakan tengah berkoordinasi dengan jajaran Pemkot Surabaya untuk menyiapkan berkas-berkas yang akan digunakan sebagai bahan menjawab atas gugatan Kinasih di pengadilan. “Sidangnya nanti ditunda tanggal 3 (Januari 2024), karena masih ada terkait kuasa yang masih belum sempurna,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 1981, Pemkot Surabaya memberikan perizinan kepada Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) untuk mendirikan rumah ibadah melalui IMB.

Hal itu yang kemudian membuat Kinasih merasa keberatan karena tidak bisa menguasai tanah warisan yang menjadi haknya di kawasan Jalan Manyar Kertoarjo Surabaya. Karenanya, Kinasih melalui kuasa hukumnya, lantas menggugat wali kota Surabaya. (ari/rd)