Penertiban Peredaran Miras Harus Lebih Tegas

Penertiban terhadap peredaran minuman keras (miras) harus lebih tegas.

Penertiban Peredaran Miras Harus Lebih Tegas
FGD tentang larang minuman beralkohol dan bahaya miras oplosan di Sidoarjo, Jumat (24/9).

Sidoarjo, HARIAN BANGSA.net - Penertiban terhadap peredaran minuman keras (miras) harus lebih tegas. Selain karena melanggar aturan, peredaran miras juga berdampak negatif terhadap kesehatan dan ketertiban masyarakat.

Menurut Ketua Gerakan Santri Nahdliyin (GSN) Sidoarjo, Sadid Ahmad, pemerintah harus lebih ketat dalam membuat regulasi tentang miras. Kemudian, penertiban teradap pelanggar aturan itu juga harus dioptimalkan.

“Harus tegas. Tentu dengan tetap memperhatian nilai-nilai kultural yang sudah terbentuk di tengah masyarakat. Khususnya masyarakat Sidoarjo,” kata Sadid di sela FGD tentang larang minuman beralkohol dan bahaya miras oplosan, Jumat (24/9).

Dalam kegiatan itu, Sadid juga menegaskan bahwa pihaknya mendorong adanya regulasi yang ketat. Serta memastikan semua pedagang berizin untuk mencegah peredaran miras ilegal. Perlu juga adanya aturan bersama untuk membatasi penayangan iklan minuman beralkohol.

“Peran serta masyarakat dalam pengawasan peredaran miras juga sangat penting. Makanya kami mengajak semua pihak untuk segera melapor jika melihat ada peredaran miras ilegal. Dan satu lagi, kami menolak disahkannya RUU Pengendalian Minuman Beralkohol,” tandasnya.

FGD yang digelar di Sukodono ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber. Termasuk Khubby Ali Rahmat, perwakilan dari kalangan pesantren yang menyatakan bahwa dari segala aspek, miras sangat berdampak negatif bagi yang mengonsumsinya.

“Pemangku kebijakan harus memerankan fungsi menjaga umat dengan seksama. Rasullulah SAW pernah bersabda bahwa setiap dari kalian itu adalah pemimpin. Sedangkan pemimpin suatu saat nanti akan dimintai pertanggungjawaban," ujar Gus Boby.

Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan yang juga hadir sebagai nara sumber menyampaikan, regulasi soal penegakkan peredaran miras sebenarnya sudah cukup lengkap. Artinya tidak perlu ada regulasi baru atau rancangan undang-undang baru yang mengatur hal tersebut.

“Selain undang-undang, di Sidoarjo juga ada peraturan bupati. Yakni Perbup Nomor 10 Tahun 2012 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkhohol. Artinya, yang lebih penting sekarang ini adalah penerapan aturan dan penertibannya,” kata Wawan. 

Nara sumber lain, Pingkan Audrine sebagai peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga memaparkan bahwa sudah banyak korban miras berjatuhan di Indonesia. Per November 2020 saja sudah ada 1.164 orang meninggal dunia dan 702 dirawat karena miras oplosan.(cat/rd)