Risiko Pekerjaan Lebih Tinggi dari Pertambangan, Jurnalis Perlu Memiliki K3

Sehingga diharapkan dalam penyusunan ini, jurnalis tidak hanya mendapatkan solusi bahaya dari lima unsur tersebut, juga terkait solusi pskikis mereka.

Risiko Pekerjaan Lebih Tinggi dari Pertambangan, Jurnalis Perlu Memiliki K3
FGD Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan bersama pelaku bisnis dan pemerintah.
Risiko Pekerjaan Lebih Tinggi dari Pertambangan, Jurnalis Perlu Memiliki K3

PROBOLINGGO, HB.net - Tingginya risiko pekerjaan wartawan memantik kesadaran pentingnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Puluhan pewarta yang tergabung dalam Komunitas Wartawan Peduli K3 Jatim dalam Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan bersama pelaku bisnis dan pemerintah, tanggal 3-4 April 2021 di Probolinggo.

Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim, Sigit Priyanto mengatakan, panduan K3 bagi jurnalis sangatlah penting. Pekerjaan jurnalis penuh risiko. Apalagi, sampai hari ini belum ada panduan K3 bagi jurnalis seperti halnya panduan K3 bagi sektor industri lainnya. Perusahaan media bisa mendaftarkan ke Disnakertrans supaya ada jaminan perlindungan kesehatan.

"Karakteristik pekerjaan media dengan sektor lain berbeda. Pekerjaan wartawan dilakukan di tempat kerja yang berpindah-pindah. Wartawan menempuh perjalanan dari suatu tempat sumber berita yang satu, ke tempat sumber berita yang lain. Di sini sering menemui situasi membahayakan," jelas dia.

General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold, Katamsi Ginona mengatakan, pihaknya memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan. Ada dua cara dalam penerapan K3 yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya). Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja.

“Di sektor pertambangan, ada buku panduan yang rinci. Misalnya sepatu, alat pemadam kebakaran, helm dan sebagainya. Namun tidak semua industri. Sehingga, untuk implementasi K3, diperlukan sebuah dedikasi penuh. Tidak cukup hanya pemaksaan melalui aturan atau pembiasaan membentuk budaya," jelas Katamsi.

Direktur SDM PT Pelindo III (Persero) sekaligus anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3), Edi Priyanto mengatakan, dengan karakterikstik pekerjaan wartawan, bisa diasumsikan standar K3 wartawan seharusnya lebih tinggi dari sektor pertambangan. Untuk itu para jurnalis harus bisa mengidentifikasi beragam potensi bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan kerjanya.

Setiap pekerja formal dan informal berhak mendapatkan jaminan K3 yang sesuai karena setiap pekerjaan memiliki risiko. Semakin tinggi risiko pekerjaan, semakin tinggi pula kebutuhan akan jaminan K3. Payung hukum dari penerapan K3 adalah UU 13/2003 tentang Ketenegakerjaan.

Secara umum, Edi menjelaskan ada lima jenis bahaya dalam pekerjaan. Yakni bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya psikososial dan bahaya ergonomi. Bahaya fisik antara lain kebisingan, radiasi, getaran, panas, pencahayaan, ketinggian. Lalu bahaya kimia meliputi bahan mudah meledak, bahan mudah terbakar,  bahan korosif, bahan karsinogenik, bahan beracun.

Dari hasil diskusi tersebut, beberapa jurnalis yang hadir lebih mendapatkan bahaya psikologis. Mereka beranggapan yang paling berbahaya adalah psikis mereka yang disebabkan beberapa faktor yakni turunnya tingkat konsentrasi, minimnya kesejahteraan serta beberapa faktor lainnya. Sehingga diharapkan dalam penyusunan ini, jurnalis tidak hanya mendapatkan solusi bahaya dari lima unsur tersebut, juga terkait pskikis mereka. (diy/ns)