Warga Cungking Gelar Tradisi Resik Lawon Jelang Ramadan

. Ritual ini bertujuan untuk membersihkan kain penutup petilasan Ki Buyut Cungking, yakni Ki Wongso Karyo, dengan total sekitar 26 lembar kain yang memiliki peran masing-masing.

Warga Cungking Gelar Tradisi Resik Lawon Jelang Ramadan
Para warga yang mengikuti ritual di Cungking.

Banyuwangi, HB.net - Masyarakat di lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, masih teguh dalam melestarikan warisan tradisi nenek moyang mereka menjelang bulan Ramadan.

Pada Minggu (25/02/2024), warga setempat kembali menggelar Tradisi Resik Lawon, sebuah ritual yang rutin dilaksanakan setiap bulan Sya'ban. Ritual ini bertujuan untuk membersihkan kain penutup petilasan Ki Buyut Cungking, yakni Ki Wongso Karyo, dengan total sekitar 26 lembar kain yang memiliki peran masing-masing.

Tradisi Resik Lawon, sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada membersihkan kain mori atau kain kafan, telah menjadi bagian dari budaya turun temurun di wilayah tersebut. Ritual ini melibatkan keturunan dari Buyut Cungking serta warga sekitar.

Menurut Jam'i, juru pelihara petilasan Buyut Cungking, ritual yang telah berlangsung selama berabad-abad ini diadakan menjelang bulan Ramadhan sebagai bagian dari persiapan spiritual. "Tradisi rutin ini kami lakukan bersama-sama warga lingkungan Cungking. Yang dilakukan warga yaitu membersihkan kain penutup petilasan berupa Lawon atau kafan,” ujar Jam'i.

Pagi itu, masyarakat berkumpul untuk membersihkan petilasan dari debu dan kotoran. Kemudian, kain putih yang menutup cungkup makam dan kelambu sekitarnya dilepas, dilipat, dan dicuci di Dam Krambatan, Banyu Gulung.

Setelah dicuci, kain-kain tersebut dibawa kembali ke Balai Tajuk untuk diperas. Kemudian, kain-kain itu dijemur di jalan lingkungan Cungking dengan menggunakan tali tambang yang diikatkan pada bambu setinggi empat meter.

Prosesi ini dilakukan oleh laki-laki sementara para perempuan menyiapkan hidangan untuk disajikan kepada tamu-tamu yang datang.

Adat melarang jatuhnya kain putih tersebut ke tanah saat menjemur, karena dipercaya akan membawa berbagai konsekuensi. Kain yang rusak langsung diganti dengan yang baru, kemudian dipasang kembali sebagai kelambu di pondok petilasan Ki Buyut Cungking di lingkungan pemakaman Lingkungan Cungking.

Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tetapi juga menjadi momen kebersamaan dan kekompakan bagi masyarakat setempat menjelang bulan suci Ramadan. (guh/diy)