Morula IVF Surabaya Konsisten Beri Pelayanan Prima 10 Tahun

Sebagai salah satu pelopor klinik fertilitas di Jawa Timur (Jatim), Morula IVF Surabaya terus berkomitmen memberikan pelayanan prima.

Morula IVF Surabaya Konsisten Beri Pelayanan Prima 10 Tahun
Foto bersama pada HUT Morula IVF Surabaya.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Sebagai salah satu pelopor klinik fertilitas di Jawa Timur (Jatim), Morula IVF Surabaya terus berkomitmen memberikan pelayanan prima. Kali ini menggelar 1 dekade kehadirannya, di Hotel Ciputra World Surabaya, Minggu (20/11).

Direktur Medis Morula IVF Indonesia Dr.dr. Arie, mengatakan, sejauh ini sudah ada beberapa pencapaian dari Morula IVF. Seperti jumlah pasien yang semakin meningkat. Serta pihaknya benar-benar memanfaatkan teknologi untuk menjangkau lebih luas lagi para pasien yang sempurna.

"Kami juga membuat satelit network di luar pelosok supaya semua pasien yang ada di pelosok bisa dijangkau. Saat ini kita masih fokus pada teknologi kami serta jangkauan kami," jelasnya.

Chief Operating officer Morula IVT Indonesia dr. Arif Hamsah, menegaskan, saati ini ada penunjang program IVF yakni Pre Implamantation Genetic Testing for Aneuploidy (PGTA) untuk mendeteksi kromosom sehat atau tidak. Serta Pre Implamantation Genetic Testing for Monogenic (PGTM) untuk melihat penyakit bawaan.

Menurutnya, 75 persen kegagalan karena embrio. "Dengan adanya teknologi ini bisa membantu pasien mengurangi resiko kegagalan dan bisa punya bayi sehat," ujarnya.

Dokter Obgyn Morula IVF Surabaya, dr Benediktus, menambahkan, secara teknologi Morula IVT memiliki teknologi yang tidak kalah di luar negeri seperti yang dijelaskan. Dulu ingin punya anak, sekarang punya anak yang sehat.

"Banyak yang merasa tidak ada teknologi bagus disini sehingga harus keluar negeri. Padahal kita sudah punya teknologi 3 tahun lalu. Di Surabaya sudah bisa dilakukan, punya bayi yang sehat pula dengan waktu hanya 2 minggu. Ada 4 tahap, yakni tahap simulasi, tahap ambil telur, tahap pertemuan dan tahap menanam. Untuk biaya tergantung usia," terangnya.

"Jadi tugas kita edukasi, bahwa di Indonesia sudah memiliki teknologi unggulan. Khususnya di Surabaya. Bahkan pasien ada dari Belanda, mungkin biaya dianggap lebih murah," ujar Erik lagi. (diy/rd)