Pariwisata, Triger Kebangkitan Ekonomi Jawa Timur di Tengah Pandemi Covid-19

Sejak bulan Maret 2020, semua pergerakan sendi kehidupan terus menurun. Semakin bulan semakin melambat. Orang menjadi takut untuk ke luar rumah.

Pariwisata, Triger Kebangkitan Ekonomi Jawa Timur di Tengah Pandemi Covid-19

WABAH corona virus disease 2019 ( Covid-19) telah meluluh lantakkan semua sendi kehidupan manusia di seluruh dunia, tak terkecuali Jawa Timur. Semua sektor, sosial, ekonomi, pendidikan hingga budaya sangat terdampak. Semua sektor kehidupan seolah terhenti. Tidak boleh bergerak, kalau tidak ingin tertular Covid-19. Stay at home adalah langkah terbaik agar tidak tertular.

Sejak bulan Maret 2020, semua pergerakan sendi kehidupan terus menurun. Semakin bulan semakin melambat. Orang menjadi takut untuk ke luar rumah. Takut tertular, takut razia, takut teman, takut saudara hingga takut kematian. Rasa saling curiga dengan sesama pun muncul.

“Dari mana, Surabaya ya? Maaf,”langsung mengindar. Adalah pemandangan biasa yang dialami warga Surabaya ketika bepergian ke luar kota. Surabaya yang kala itu zona hitam pekat sangat ditakuti. Orang Surabaya adalah penyebar Covid-19.

Lalu sampai kapan harus berdiam diri di rumah? Padahal semua sektor kehidupan tetap harus bergerak kalau tidak ingin mati.  Kebijakan jalan tengah pun diambil. Rem dan gas harus seimbang. Disiplin menerapkan protokol kesehatan harus tetap dijalankan, namun sektor ekonomi tetap harus dijalankan agar sendi kehidupan tidak macet total.

Langkah nyata untuk menegakkan disiplin masyarakat agar patuh pada protokol kesehatan dilakukan pemprov Jatim dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomer 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Ibarat rem, Pergub ini mengatur kewajiban bagi perorangan untuk menggunakan masker menutupi hidung, mulut, hingga dagu. Selain itu wajib cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau gunakan hand sanitizer, menjaga jarak dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Pergub tak hanya mengatur keharusan individu, sanksi juga diberlakukan pada sektor pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum. Adapun kewajiban bagi pelaku usaha yakni ikut menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat yerkait pencegahan dan pengendalian Covid-19. Pelaku usaha harus menyediakan sarana cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, pengaturan jaga jarak, penyemprotan disinfektan secara berkala, hingga melakukan upaya deteksi dini.

“Untuk sanksi administratif perorangan ini mulai teguran lisan, paksaan pemerintah dengan membubarkan kerumunan dan penyitaan KTP, kerja sosial, serta denda administratif sebesar Rp 250 ribu," kata Kepala Satpol PP Jatim, Budi Santosa.

Ketika sarana rem sudah disediakan dengan sangat pakem, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa tinggal menginjak pedal gasnya. Taksalah ketika sektor pariwisata yang dibuat sebagai tempat pemansan untuk menguji kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Menguji geliat ekonomi di Jawa Timur.  Pelan dan pasti, sektor pariwisata dibuka dengan pembatasan sesuai ketentuan protokol kesehatan.

Contoh nyata ialah reaktivasi wisata alam Gunung Bromo yang menerapkan sejumlah SOP kunjungan wisata. Selain booking online, wisatawan yang ingin menikmati wisata alam TN-BTS juga dibatasi usia yaitu lebih dari 14 tahun dan maksimal 60 tahun.  Selama ada di kawasan wisata, wisatawan juga diwajibkan menggunakan perangkat protokol kesehatan seperti masker, diwajibkan menggunakan sarung tangan selama berada di kawasan wisata, dicek suhu badannya, dan diwajibkan menjaga jarak serta tidak berkerumun.

Serta juga diterapkan pembatasan kuota wisatawan di setiap site yang diizinkan untuk direaktivasi. Seperti site bukit cinta hanya 28 orang per hari, site Penanjakan hanya 178 orang per hari, site bukit Kedaluh hanya 86 orang per hari, site Savana Teletubies hanya 347 orang per hari, dan site Mentigen hanya 100 orang per hari.

Tak salah dipilih sektor pariwisata ini karena begitu sektor pariwisata digas, priwisata akan mejadi triger sektor  lain yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil. Di dalam gerbong pariwisata ada UMKM, transportasi, pasar trasidional, kerajinan, kesenian, warung, makanan-dan minuman semua akan terdongkrak dengan pelan namun pasti. Meski belum bisa kembali pulih, namun geliat baru ini menimbulkan optimisme yang besar di tangeh masyarakat.

Namun demikian, semua kembali berpulang pada masyarakat dan pelaku usaha sendiri. Ketika mereke tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan semua akan kembali ke titik nol lagi. Mundur. Jauh. Lebih jauh lagi dengan kondisi yang kemungkinan akan lebih buruk dari yang sudah babak belur saat ini.  Disiplin penerepan protokol kesehatan pada diri sendiri adalah vaksin terbaik untuk menciptakan kondisi baru yang lebih baik. (devi fitri afrianti)