PJB Lakukan Gerakan Co-firing Biomassa

Pemerintah akan meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga mencapai 23 persen pada 2025.

PJB Lakukan Gerakan Co-firing Biomassa
Webinar yang dilakukan PT PJB dalam upaya melakukan gerakan co-firing.

Surabaya, HARIAN BANGSA.net - Pemerintah akan meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga mencapai 23 persen pada 2025. Salah satu upaya yang dilakukan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) adalah mendorong pemanfaatan biomassa untuk co-firing.

Sehingga bisa mengurangi porsi penggunaan batubara. Ditinjau dari aspek lingkungan, inovasi implementasi co-firing biomassa serbuk kayu di PLTU Paiton mampu menurunkan baku mutu emisi dan mendukung bauran energi EBT.

Untuk penggunaan biomassa juga lebih murah dibandingkan batubara yang dua kali lipat. Jika diekspor harganya lebih mahal dari batubara dua kali lipat. Hal ini dikatakan Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan PT PJB Ardi Nugroho.

"Kita menggunakan biomassa masih setahun lalu. Beberapa upaya yang saat ini kita lakukan untuk tahap riset PLTD di Bawean, juga di Kaliandra dengan memanfaatkan lahan yang ada. Enam  bulan sudah bisa dipanen dan berikutnya bisa dipanen tiga bluan sekali," ujarnya saat presconference melalui webinar, Kamis (24/9).

Serbuk kayu (sawdust) adalah biomassa dari sumber alami. Yang digunakan di PLTU Paiton 1-2 adalah dari limbah industri kayu, sehingga biomassa serbuk kayu termasuk carbon neutral, tidak menambah jumlah karbon di udara. Dengan di-cofiring  biomassa tersebut di PLTU, dapat mengubah limbah serbuk kayu atau sisa karbon di pohon yang akan menguap begitu saja tanpa dimanfaatkan menjadi energi yang dapat dimanfaatkan untuk menggantikan batubara.

"Kami juga bekerja sama dengan instansi terkait. Misalnya dengan pemerintah, Dinas Pertanian dan lainnya. Kalau biomassa ini memang sifatnya lebih kepada kemasyarakatan. Jadi barangkali ada yang punya lahan bisa membuat biomassa. Investorpun bisa ikut andil dalam biomassa ini," tegasnya.

Peneliti pada Pusat Penenelitian Energi Berkelanjutan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Ary Bachtiar Krishna Putra juga menjelaskan, jika biomassa menjadi solusi yang bisa juga dilakukan masyarakat. Dalam artian masyarakat bisa melakukannya.

"Jenisnya agak bervariasi, itu akan mempengaruhi energi yang dihasilkan. Meski menjadi solusi, namun ada beberapa faktor yang menjadi penghambat keberhasilan biomassa," tuturnya.

Faktor tersebut di antaranya minimnya lahan untuk dijadikan penanaman. Kalau dari limbah lebih mudah. Faktor lainnya, yakni massa jenis lebih rendah dari batubara, kadar air lebih tinggi bisa sampai 50 persen, nilai kalor lebih rendah. Kemudian, distribusi ukuran yang sangat variatif serta variabilitas kualitas sebagai bahan bakar akan lebih besar dibandingkan dengan batubara sehingga memiliki sejumlah implikasi untuk aplikasi terkait desain, operasi proses dan ketersediaan.

Ardi menambahkan, sejak GoLive CoFiring Biomassa pada 10 Juni 2020, sampai dengan saat ini 23 September 2020, di unit pembangkitan Paiton saja total penggunaan serbuk kayu mencapai lebih dari 3800 ton dengan total energi hijau yang dibangkitkan sekitar 4000 MWH.(sby1/rd)