Soal PHK Sepihak, Disnaker Jember Gelar Musyawarah Bipartit

Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Jember, Lily Rismawati, mengatakan, sesuai UU No.2 tahun 2004, tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI), menekankan pada jalan musyawarah terlebih dahulu dalam menyelesaikan silang paham antara perusahaan dengan pekerjanya.

Soal PHK Sepihak, Disnaker Jember Gelar Musyawarah Bipartit
Kegiatan saat musyawarah bipartite.

Jember, HB.net - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jember menggelar musyawarah (bipartit) atas penyelesaian polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) pada akhir Agustus lalu yang dirasa sepihak oleh buruh PT Penyelesaian Masalah Property (PMP) Unit Industri Bobbin. Dilakukan secara tertutup, agenda tersebut mengundang Serikat Pekerja terkait, dan manajemen PT PMP.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Jember, Lily Rismawati, mengatakan, sesuai UU No.2 tahun 2004, tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI), menekankan pada jalan musyawarah terlebih dahulu dalam menyelesaikan silang paham antara perusahaan dengan pekerjanya.

"Karena memang prosedur kaitannya dengan perselisihan, kaitannya dengan PHK, harus sesuai dengan ketentuan, yang diatur dalam UU tersebut. Jadi semua, segala macam permasalahan memang diawali dengan musyawarah dulu, istilahnya dengan bipartit dulu," ujar Lily usai musyawarah, (14/09/2022).

Pihak Disnaker mencoba memberikan ruang agar dapat bermusyawarah terlebih dahulu. Karena pada kejadian sebelumnya, pihak buruh yang terkena PHK, 2x telah mengadu kepada Disnaker, sekiranya agar mereka dapat dipertemukan dan duduk bersama dengan pihak perusahaan.

"Tadi sudah mengerucut, walaupun tidak 100 persen ada titik temu, karena memang ini masih berlanjut, nanti minggu depan Insya Allah masih ada. Kaitanya dengan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu), yang jelas sesuai dengan ketentuan untuk urusan masalah pesangon, tapi ada hal yang mungkin perlu dikomunikasikan," jelasnya.

Perwakilan Serikat Pekerja, Edi Sunarto, mengatakan hadir dalam pertemuan di saat 600 buruh PT PMP dikumpulkan, untuk menandatangani surat PHK. "Ada pendampingan pada saat hari H, cuma pada saat mengalami hal seperti itu, shock mungkin ya (kawan- kawan buruh yang di-PHK)," ujarnya.

"Itu ada kesalahpahaman, katanya kita tidak bantu tapi kita sudah berupaya semaksimal mungkin. Karena memang kondisi perusahaan seperti itu, kita tidak bisa mempertahankan mereka. Jadi kita lebih kepada hak-hak mereka yang harus dipenuhi oleh perusahaan sesuai undang-undang," ungkapnya.

Salah satu perwakilan dari buruh, Yuyun, merasa dipaksa untuk menerima penjelasan mengenai hak yang harus mereka terima. Sebab, dalam musyawarah tersebut, dijelaskan PT PMP hanya bertanggung jawab atas hak mereka terhitung saat peralihan manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, yakni tahun 2020.

"Kami cuma masih menunggu informasi selanjutnya, karena ini kayak pihak perusahaan tidak bisa memutuskan berapanya untuk yang akan diberikan kepada kami, jadi minta di pertemuan lagi karena mereka akan berunding," pungkasnya. (yud/bil/diy)