TOR  Pengembangan KEK Kamal- Bangkalan sebagai Bufferstock Daging Nasional untuk Mendorong Ekosistem Halal di Madura (1)

Bufferstock daging nasional nantinya diupayakan berkonsep menggandeng dan membina potensi peternak dan nelayan lokal.

TOR  Pengembangan KEK Kamal- Bangkalan sebagai Bufferstock Daging Nasional untuk Mendorong Ekosistem Halal di Madura (1)

AKIBAT pandemi seluruh pelaku ekonomi mengalami penurunan perputaran uang sehingga mengakibatkan inflasi yang berpengaruh pada ketahanan pangan. Peran multipihak (pemerintah, petani, peternak, pengusaha, dan lainnya) sangat diperlukan untuk bersama-sama manjaga ketahanan pangan dari ancaman resiko resesi 2023. Model ketahanan pangan berupa penyediaan kawasan bufferstock daging di Kecamatan Kamal berbasis peternakan (cattle estate) dan perikanan (fish estate) bisa menjadi alternatifnya.

Bufferstock daging nasional nantinya diupayakan berkonsep menggandeng dan membina potensi peternak dan nelayan lokal. Kawasan bufferstock daging direncanakan akan menempati lahan yang tidak dimanfaatkan (idle) BUMN milik PT Semen Gresik di beberapa desa di kecamatan Kamal seluas 208,19 Ha. Rinciannya, desa Banyuajuh (57,25 Ha), desa Gili Timur (43,04 Ha), desa Kebun (98,92 Ha), desa Kamal (0,37 Ha), desa Gili Anyar (1,43 Ha), dan desa Gili Barat (7,17 Ha).

Untuk menjembatani kolaborasi dan sinergi multipihak (pentahelix) dalam upaya pengembangan kawasan bufferstock daging nasional guna mendukung ketahanan pangan dan mendorong ekosistem halal di Madura, TPPD Bangkalan mengusulkan konsep kawasan ekonomi khusus (KEK) Halal Madura.

KEK Halal Madura nantinya mempunyai keunikan karena merupakan kombinasi KEK  didalamnya terdapat KIH (kawasan industri halal) yang diharapkan secara batasan (boundaries) akan menjadi cikal bakal ekosistem halal di Madura. Jadi KEK Halal Madura nantinya tidak hanya berisi pelaku bisnis konvensional tetapi diarahkan pada pengelolaan berbasis industri halal. Alasannya, infrastruktur halal sudah tersedia di Madura, yakni Halal Center UTM dan tentunya pelaku IKM Halal.

KEK Halal Madura diusulkan berbasis pada keunggulan komoditas daerah, utamanya di Pulau Madura, yakni sebagai salah satu penghasil sapi potong (sapi Madura) terbesar di Indonesia. KEK Halal Madura akan fokus pada industri pengolahan berbasis peternakan (sapi, kambing, domba, ayam, bebek, dan lainnya) untuk menghasilkan produk kualitas ekspor. Selain peternakan, KEK Halal Madura juga fokus pada industri perikanan beserta produk turunannya yang memiliki pasar yang sangat luas dan diminati baik dalam skala nasional maupun internasional.

Konsekuensinya, semua produk akhir dari industri turunan berbasis peternakan dan perikanan di wilayah KEK Halal Madura harus disertifikasi halal. Disinilah keunikan konsep KEK Halal Madura yang diharapkan dapat terus mendorong ekosistem halal di Bangkalan dan secara umum di Madura.

LATAR BELAKANG
Akibat pandemi seluruh pelaku ekonomi mengalami penurunan perputaran uang sehingga mengakibatkan inflasi yang berpengaruh pada ketahanan pangan. Hingga saat ini ancaman resesi global tahun 2023 terus membayangi semua negara, termasuk Indonesia akibat perang Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai, sehingga salah satunya berdampak pada kenaikan suku bunga di pasar keuangan global. Peran multipihak (pemerintah, petani, peternak, pengusaha, dan lainnya) sangat diperlukan untuk bersama- sama manjaga ketahanan pangan dari ancaman resiko resesi 2023.

Ketahanan    pangan diarahkan untuk mengurangi impor dan merealisasikan swasembada   daging. Ketahanan pangan bukan hanya  tanggungjawab pemerintah saja tetapi juga dibutuhkan peranan dari petani, peternak, masyarakat, pengusaha, dan lainnya. Mindset ketahanan pangan berupa  pentingnya penyediaan kawasan bufferstock daging berbasis  peternakan (cattle estate) dan perikanan (fish estate) harus terus digaungkan.

Bufferstock daging nasional nantinya akan diupayakan berkonsep menggandeng dan membina potensi peternak dan nelayan lokal. Kawasan bufferstock daging direncanakan akan     menempati lahan BUMN yang idle (tidak dimanfaatkan) milik PT Semen Gresik di beberapa desa di kecamatan Kamal dengan luas 208,19 Ha. Rinciannya, desa Banyuajuh (57,25 Ha), desa Gili Timur (43,04 Ha), desa Kebun (98,92 Ha), desa Kamal (0,37 Ha), desa Gili Anyar (1,43 Ha), dan desa Gili Barat (7,17 Ha). 

Gambar 1. Peta Aset Lahan PT Semen Gresik di Kabupaten Bangkalan Image.

Lahan idle aset PT Semen kondisinya saat ini cukup memprihatinkan. Lahan ditumbuhi banyak semak belukar, sebagian ada yang digunakan untuk tempat tinggal ilegal, pengembalaan ternak ilegal dan ada yang digunakan untuk pembuangan sampah. Lahan idle ini tentunya rawan terhadap tindak kriminalitas (begal, atau copet, narkoba, dan lainnya), sehingga kondisi ini bisa berdampak rawan pada terjadinya konflik sosial berkepanjangan.

Menyikapi hal tersebut maka multipihak melihat Kecamatan Kamal memiliki prospek akan diproyeksikan sebagai kawasan bufferstock. Hal ini didasarkan pada pertemuan multipihak pada tanggal 26 Agustus 2022 di kampus UTM dengan agenda: rencana pendirian/pembangunan pusat ternak nasional (national feedstock center) di Madura. Multipihak yang hadir pada saat itu, meliputi tim dari: 1. PT Semen Gresik; 2. Kementerian Perhubungan; Kementerian Pertanian; 3. Badan Pangan Nasional; 4. PT. Berdikari (BUMN Ternak); 5. PT ASDP dan PT Pelni (BUMN Pelayaran); 6. Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur; 7. Dinas Perhubungan Jawa Timur;  8, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan; 9. OPD terkait di kabupaten Bangkalan (Dinas Peternakan, Dinas Perhubungan, Badan Penanaman Modal); 10. Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD) Kabupaten Bangkalan; 11. Rektor dan Wakil Rektor; 12. LPPM UTM.

Kecamatan Kamal pada akhirnya menjadi kawasan strategis karena memiliki: 1. infrastruktur penyeberangan laut berlokasi di desa Kamal, yakni Pelabuhan Timur (PelTim) yang bisa digunakan untuk bongkar muat komoditi pangan, yakni: ternak sapi Madura. 2. Lahan yang belum dimanfaatkan berupa aset idle BUMN seluas ±207 Ha ini bisa dijadikan kawasan integrasi pengembangan ternak sapi Madura dan jagung. Lahan idle ini tentunya direkomendasikan dijadikan kawasan terintegrasi budidaya penggemukan (feedlot) sapi Madura RPH, budidaya jagung sebagai pakan sapi, rumah pemotongan hewan (RPH), pengolahan daging sapi beku (cold storage), industri turunan pengolahan daging sapi (corned beef, abon, dll), serta industri turunan pengolahan berbasis perikanan.

Karena bufferstock daging diarahkan untuk membina peternak lokal, Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan nantinya harus menerbitkan regulasi yang mewajibkan perusahaan penggemukan sapi potong (feedloter) memiliki program kemitraan. Konsepnya bisa plasma-inti, yakni peternak menyediakan kandang, feedloter menyiapkan sapinya. Konsep ini juga harus diberlakukan untuk sektor perikanan, sehingga bisa melindungi nelayan lokal. 

Distribusi ternak sapi potong antar pulau memerlukan waktu yang relatif lama karena jaraknya yang jauh. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mencegah kerugian yang diakibatkan selama proses distribusi. Kerugian tersebut dapat berupa penurunan bobot badan, akibat stress dan terserangnya penyakit maupun berupa kematian ternak selama perjalanan.

Investasi infrastruktur penyeberangan laut berupa Pelabuhan Timur (PelTim) Kamal cukup penting untuk distribusi ternak sapi potong antar pulau juga dapat menghemat waktu tempuh. Hal ini dapat memberikan manfaat aspek ekonomi dari penghematan biaya yang diperlukan dan pencegahan penurunan bobot badan hidup ternak akibat stres selama perjalanan.

Berdasar data BPS, kebutuhan daging sapi secara nasional pada tahun 2019 adalah 2,56 kg per kapita per tahun sehingga total kebutuhan daging adalah 686.270 ton. Sementara itu, hasil proyeksi Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi daging sapi dalam negeri tahun 2019 sebesar 429.412 ton. Tentunya, jika dikaitkan dengan kebutuhan maka masih ada kekurangan 256.858 ton (37,4%). Selama ini kekurangannya dipenuhi dengan kebijakan impor daging beku maupun sapi hidup (sapi bakalan).

(Penulis adalah  Ir.Abdul Aziz Jakfar, M.T., dari Fakultas Pertanian dan Hery Purwanto, SPt, M.E., dari Fakultas Ekonomi  Universitas Trunojoyo Madura)