Komisi C DPRD Surabaya Gelar Rapat Terkait Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land

Komisi C DPRD Surabaya Gelar Rapat Terkait Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land

Surabaya, HB.net - Komisi C DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat terkait rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfrond Land (SWL) di pesisir Pantai Kenjeran pada Senin (6/1/2025).

Hingga kini, rencana proyek reklamasi masih mendapat penolakan oleh berbagai elemen masyarakat di sekitar lokasi, terutama kelompok nelayan.

Sekretaris Komisi C DPRD Surabaya, Alif Iman Waluyo mengatakan, rapat telah mengeluarkan hasil kesepakatan untuk membawa aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Pusat.

"Upaya untuk bisa menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Pusat bahwa ada penolakan di bawah. Jadi, supaya memberikan pengertian yang ada di Pemerintah Pusat supaya tidak terburu-buru untuk dikerjakan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN)," kata Alif dikutip, Selasa Senin (7/1/2025).

Alif menambahkan, dengan adanya proyek reklamasi ini diharapkan mampu menunjang keberlangsungan hidup orang banyak.

"Baik itu manfaat dan juga bisa memilah antara manfaat ataupun mudharatnya lebih banyak yang mana. Jangan hanya mereka menjadi penonton yang tidak dapat manfaat dari proyek tersebut," tegasnya.

Ketua Komisi C DPRD, Eri Irawan mengaku, pihaknya banyak mendapatkan info terbaru soal perkembangan yang tak sesuai fakta di lapangan, juga soal gambaran detil soal dampak yang ditimbulkan jika SWFL direalisasikan pembangunannya.

“Pada intinya, kami (komisi C DPRD Surabaya-red) bersepakat menolak pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya (Surabaya Water Front Land) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN), dan kami akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek tersebut,” tegas Eri.

Politisi muda PDI-P ini mengatakan jika Pemkot Surabaya tidak akan mendapatkan manfaat PAD yang signifikan dari hasil pembangunan PSN tersebut, tetapi justru akan direpotkan oleh dampak yang ditimbulkan, terutama soal ancaman banjir di wilayah sekitarnya.

 

“Karena sembilan muara di sana akan tertutup akibat pembangunan pulau-pulau itu, maka konsekuensinya biaya untuk pemeliharaan, pembuatan saluran dan lain lain juga akan semakin besar. Ini tentu tidak sepadan dengan manfaat yang dihasilkan,” tandas dia.

Sementara itu menurut Koordinator Forum Masyarakat Madani Maritim, Horoe Budiarto, proyek Surabaya Waterfront Land (SWL) akan banyak membawa kerugian terhadap masyarakat dan ekosistem laut.

"Karena pulau buatan tersebut telah banyak merugikan masyarakat juga merugikan ekologi lingkungan laut yang ada di pantai tersebut," terang dia.

Rapat telah menghasilkan resume yang merupakan kesepakatan antara Komisi C DPRD Surabaya dengan elemen masyarakat. Nantinya, resume ini akan diserahkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pertimbangan.

“Rencananya 15 Januari 2025 kami akan melanjutkan perjuangan ke Jakarta. Yakni ke Presiden, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) dan lain-lain. Ini karena komunikasi dengan DPRD Jatim buntu. Makanya, kami minta dukungan Komisi C dan Pemkot Surabaya yang menolak reklamasi karena merugikan masyarakat nelayan dan lingkungan laut,” ujar dia.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Forum Masyarakat Madani Maritim, Ramadhan.

Dia menegaskan, pihaknya menolak proyek tersebut karena Pemkot Surabaya kemarin kewalahan menangani banjir ketika intensitas hujan cukup tinggi. Bahkan, Wali Kota Eri Cahyadi menyampaikan jika sungai-sungai yang ada di Surabaya ini ketinggiannya paling rendah. Sehingga ketika menerima limpahan air dari sungai yang ada di Mojokerto maupun Jombang akan menumpuk di Kalimas Surabaya.

Dengar pendapat Komisi C DPRD Surabaya dengan sejumlah perwakilan masyarakat terkait Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfrond Land (SWL).

Sementara pulau buatan yang akan dibangun PT Granting Jaya, selaku operator proyek strategis nasional tersebut, lanjut dia, berhadapan dengan sembilan muara sungai yang mana sembilan muara sungai ini adalah sistem dari drainase yang ada di Surabaya.

“Bayangkan, air yang seharusnya lari ke laut, justru terhalang pulau buatan tersebut. Tentu pembangunan ini akan meningkatkan sedimentasi di muara sungai, ” jelas dia.

Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Dwija mengatakan, Pemkot Surabaya memang mengawal proyek tersebut. Justru semangat Pemkot Surabaya, meski SWFL ini merupakan proyek strategis nasional yang tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator dan Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024, pihaknya fokus bagaimana pelaksanaan proyek tetap memperhatikan kearifan budaya lokal, khususnya adalah kemaslahatan warga Surabaya.

“Sejak awal proyek strategis nasional SWFL ini disampaikan dalam sosialisasi di Pemprov Jatim pada Januari-Februari 2024, ” terang dia.

Dalam perjalanannya, lanjut Dwija, Pemkot Surabaya memberikan masukan dan saran serta mengingatkan terkait dengan apa-apa saja yang perlu diperhatikan dan dampak yang harus diantisipasi terkait proyek strategis nasional SWFL tersebut.

Bahkan, kata dia, Pemkot Surabaya sudah menyampaikan secara tertulis masukan dan beberapa hal yang memang harus menjadi catatan dalam penyelenggaraan proyek strategis nasional tersebut.

Dalam pertemuan sebelumnya, juga disampaikan terkait kesesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Kemudian, adanya kepentingan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), khususnya keberadaan mangrove. Karena hutan mangrove di Pamurbaya ini memberikan kontribusi paling besar soal kewajiban Pemkot Surabaya menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

“Jadi sekitar 2.400 hektare (ha) mangrove itu memberikan kontribusi paling besar dari 12.000 ha RTH di Surabaya, ” ungkap dia.

Soal sistem drainase, Dwija menjelaskan, dalam surat Pemkot Surabaya yang disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan terdapat sembilan muara sungai yang dikhawatirkan terdampak akibat pembangunan SWFL. (lan/ns)