Pelajar Kerap Terjaring Razia Miras, Komisi A DPRD Surabaya Berharap Ada Regulasi Ketat Penjualan Melalui Aplikasi

Pelajar Kerap Terjaring Razia Miras, Komisi A DPRD Surabaya Berharap Ada Regulasi Ketat Penjualan Melalui Aplikasi
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko

Surabaya, HB.net - Razia minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (mihol) yang kerap dilakukan petugas di Surabaya sering mendapati adanya pelajar yang terlibat mengonsumsi minuman memabukan tersebut.

Satpol PP selaku institusi penegak peraturan daerah (Perda) di Kota Surabaya bahkan berkali-kali harus melakukan pembinaan terhadap para remaja belasan tahun yang terjaring operasi miras.

Seperti halnya beberapa waktu lalu, belasan orang yang masih berstatus pelajar kedapatan melakukan pesta miras. Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan begitu mudahnya para pelajar untuk mendaptkan miras.

Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Surabaya Irna Pawanti mengungkapkan, para remaja tersebut diamankan di dua lokasi berbeda.

Sebanyak 11 orang tertangkap di tanah kosong dekat Rusunawa Tambak Wedi. Sementara dua lainnya ditemukan di Taman Bambu Runcing.

“Mereka terlibat pesta miras di dua lokasi berbeda. Kami langsung amankan dan bawa mereka ke kantor untuk didata serta diberikan pembinaan lebih lanjut,” kata Irna.

Kondisi ini memantik reaksi dari sejumlah anggota DPRD Surabaya. Mereka menilai, ada yang perlu dibenahi dalam tata kelola penjualan miras atau mihol di Surabaya sehingga tidak gampang dijangkau oleh anak-anak yang masih berstatus pelajar (remaja.red).

Salah satunya, memperketat regulasi penjualan makanan dan minuman melalui aplikasi. Legislator menilai, aplikasi memudahkan siapa saja untuk mengakses sekaligus memesan apapun yang diinginkan, termasuk miras dan mihol.

Ini menjadi salah satu dampak negatif penerapan teknologi yang perlu diwaspadai berbagai kalangan termasuk Pemerintah Kota Surabaya.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko menyebut penjualan minuman beralkohol (mihol) kategori B dan C melalui aplikasi online di Surabaya kini semakin mengkhawatirkan.

Dia menyoroti tidak adanya regulasi yang mengatur peredaran mihol melalui platform digital, yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap masyarakat, terutama kalangan muda.

Menurut Yona, banyak restoran yang kini terdaftar di aplikasi makanan dan minuman daring menyediakan produk alkohol, yang bisa langsung diantar ke depan pintu konsumen tanpa perlu datang ke Rumah Hiburan Umum (RHU).

“Apakah pemerintah kota menyadari betapa mudahnya akses terhadap minuman keras ini? Bagaimana bisa lolos ke aplikator?” ujar Yona, Rabu (13/11/2024).

Politisi Gerindra ini mengungkapkan kekhawatirannya bahwa akses mudah ini memicu penyalahgunaan. Terutama oleh remaja yang memanfaatkan akun orang lain yang sudah berumur 21 tahun.

“Mereka hanya perlu pinjam akun teman yang sudah cukup umur, lalu tinggal klik, minuman keras sudah ada di depan pintu,” jelasnya.

Yona menekankan bahwa perhatian pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada razia dan pengawasan di RHU saja. Namun, dia mengingatkan bahwa pemerintah perlu segera mengantisipasi penjualan mihol di luar RHU.

“Kita harus objektif, penjualan melalui aplikasi dan media sosial seperti WhatsApp ini jauh lebih berbahaya karena sulit diawasi,” kata Yona.

Satpol PP Kota Surabaya saat melakukan razia. foto: ilustrasi

Yona juga menyebutkan bahwa penjualan mihol melalui aplikasi online dapat menjadi salah satu faktor penyumbang meningkatnya kriminalitas di Surabaya.

“Penjualan mihol secara online ini berdampak luas, dan dapat menjadi salah satu faktor meningkatnya kriminalitas di Surabaya,” tegas Yona.

Menurutnya, perlu ada regulasi ketat yang mengatur bagaimana aplikasi makanan dan minuman beroperasi agar tidak memberi ruang bagi penjualan mihol.

Jika tidak segera diatasi, ia khawatir masalah ini akan terus berkembang dan memengaruhi keamanan serta kenyamanan masyarakat di Surabaya.

“Penjualan mihol yang tak terkendali melalui aplikasi ini sangat mengkhawatirkan. Jangan sampai kita terfokus pada RHU, sementara ancaman lebih besar justru datang dari media daring dan aplikasi,”  ujar Yona. (lan/ns)