Berkat PJT I, Pahitnya Kopi Selo Parang, Kini Terasa Manis bagi UMKM
Salah satu UMKM binaan yang kini diupayakan untuk naik kelas ialah petani kopi Selo Parang.
Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) I adalah BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air. PJT I yang bertanggung jawab terhadap suplau air bagi PDAM, perusahaan hingga pertanian. Tanggung jawab yang besar itu ternyata tak menyurutkan PJT I untuk melakukan pembinaan dan pengemabangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk terus maju, berkembang dan naik kelas.
Sampai sekarang, ada sekitar 400 UMKM mendapat binaan dari PJT yang terus diupayakan untuk naik kelas. PJT sebagai BUMN, ingin berkontribusi membangun ekonomi berkelanjutan serta membantu UMKM binaan pasca pandemi yang bersinggungan langsung dengan bidang pekerjaannya selama ini.
Direktur Operasional Perum Jasa Tirta 1, Ir Milfan Rantawi MM., mengatakan, 400 UMKM tersebar di Wilayah Sungai (WS) Toba Asahan di Sumatera Utara, Serayu Bogowonto dan Jratun Seluna, Bengawan Solo di Jawa Tengah. Dan di Jatim ada Sungai Brantas. Sektor UMKM-nya, ada usaha industri, perdagangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan jasa.
"Tugas PJT 1 sebagai BUMN adalah bagaimana caranya Usaha Mikro Kecil dan Menengah bisa naik Kelas. Tugas kami menaikkan kelas dari mikro ke kecil, dari kecil ke menengah. Nah syukur dari menengah bisa naik lagi lebih tinggi, " kata pejabat yang hobi menyanyi itu.
Tiap tahunnya, PJT mengalokasikan budget untuk membantu UMKM dari Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
"Kami mengalokasikan untuk UMKM. Begitu anggarannya turun kami mulai mensortir. Kami lihat mana yang butuh maka kami dorong. Yang bisa kami dorong dia siap untuk produknya naik kelas dengan cara modernisasi. Yang dia siap mengubah digital dan online dan siap juga untuk global. Kami lihat beberapa kriterianya dan salah satu UMKM yang mendapat permodalan yakni Kopi Selo Parang," ujar Milfan Rantawi.
Salah satu UMKM binaan yang kini diupayakan untuk naik kelas ialah petani kopi Selo Parang. Wujudnya ialah bantuan permodalan dan pembinaan seperti yang diterima Siswanto dan Yeti Ratnaningsih. Petani kopi ini mendapatkan pinjaman modal bunga rendah sebesar Rp 7 juta dari PJT 1.
"Saya diberikan modal dari PJT untuk membeli alat karena alatnya masih kurang. Alat ini kami manfaatkan untuk menerima jasa sangrai biar ada pemasukan untuk meng-angsur, " ujar Siswanto mengawali kisahnya awal menerima bantuan dari PJT I.
Berkat binaan itu, mulai banyak petani kopi lain yang menitipkan jasa sangrai pada dia. Dari usaha ini, pelan tapi pasti pendapatan terus meningkat. Hingga kini, pijaman modal dari PJT I itu sudah dia angsur lunas.
Siswanto merintis sekitar tahun 2019 untuk mendirikan usaha Kopi Selo Parang. Awal berdiri memang terasa berat bagi dia. Namun dia terus belajar dan belajar. Siswanto terus mencoba dan mencoba untuk menemukan cita rasa kopi yang pas dan berbeda dengan yang lain. Dia harus belajar meracik untuk menemukan rasa yang pas sesuai dengan sela pasar yang diinginkan.
Pelan tapi pasti, setelah menemukan cita rasa yang pas, mulai banyak orang suka. Pesanan pun terus mengalir dari Malang, Pasuruan, Probolinggo hingga Bali. Kopi Selo Parang pun akhirnya memiliki cita rasa dan pasar tersendiri.
Bantuan modal dan pembinaan dari PJTI yang diterima semakin mempermudah dan memperlancar dalam proses produksi. Metode pengolahan kopi ini sudah jauh lebih berkembang dibanding dulu yang masih tradisional. Mulai tahapan sortasi, pengeringan hingga proses sangrai yang sudah menggunakan beragam teknik dan alat yang modern.
"Varian kopinya ada robusta, robusta fermentasi, kopi lanang, kopi arabica hingga excelso. Harganya beragam. Robusta harganya Rp 120 ribu sampai Rp 250 ribu," ujar Siswanto membeberkan jenis produksinya yang mulai beragam.
Dulu, dia bersama istrinya hanya mampu mengolah biji kopi tidak sampai satu ton. Kini, dengan berbagai alat yang dimilikinya, sudah mampu menghasilkan 12 ton buah kopi dengan cita rasa khas.
Selo Parang sendiri diambil dari kata Selo artinya Batu, Parang itu tebing atau senjata tajam. "Kebetulan area kebun saya di kebun Batu. Jadi namanya Selo Parang, " ujar dia.
Areal kopi milik Siswanto di lahan sekitar 2 hektare milik Perhutani, dengan ketinggian 1.000 mdpl. Tidak hanya itu, merek kopi Selo Parang sudah paten, sudah memiliki PIRT tahun 2021. Dan sertifikat halal pada tahun 2022.
Sementara itu, Milfan Rantawi, menceritakan, untuk mencapai apa yang didapak Siiswanto saat ini tidak semudah membelikkan telapak tangan. Butuh waktu, proses dan ketekunan dalam melakukan pembinaan. Pelaku UMKM tidak hanya cukup dikasih modal dan dibiarkan. Jika itu dilakukan pasti akan habis dan kembali ke awal lagi.
Misalnya saja dalam tahap sortir kopi dan tahapan-tahapan lain, mereka diajarkan untuk memiliki SOP (standart operasional pekerjaan). Sehingga dalam setiap pekerjaan tidak hanya tergantung lagi dengan Siswanto, tapi tergantung SOP.
"Misalnya ini usahanya tumbuh tidak mungkin Pak Siswanto semua yang mengerjakan. Kalau didigitalkan semua berarti anaknya bisa, tetangga ya bisa, mertuanya bisa mengerjakan hal yang sama sehingga kuantitasnya akan lebih naik, " kata Milfan.
"Kami lihat progresnya signifikan sekali. Dari proses sangrai, dulu masih tradisional. Satu orang hanya bisa produksi 3 kilogram. Sekarang dalam 1 jam sudah bisa produksi 9 kilogram, tanpa mengurangi kualitas biji kopi,” ujar Milfan mengisahkan.
"Bayangkan kopi itu kan harus diminum. Kalau misalnya Indonesia ini kan mayoritas muslim. Kalau kita kasih halal itu pengaruhnya besar. Kemudian, juga dia punya merek. Yang sudah dipatenkan. Secara manusiawi pasti akan lebih tertarik melihat barang yang bermerek ketimbang tidak bermerek. Syukur-syukur barang yang bermerek ini harganya sama. Nah ini lah jadi strategi bismisnya dia harus bagus, harganya bersaing, chanelingnya benar, promosinya sepat sasaran, " ujar Milfan.
Milfan melanjtukan, kopi Selo Paprang saat ini sudah bicara tentang segmen. Tak tanggung-tanggung, segemennya ialah kelas menengah dan atas. Pemasaraannya pun juga sudah dilakukan secara online yang berarti bisa menjangaku seluruh wilayah.
"Pasarnya sudah mencapai Bali, Sidoarjo, dan Probolinggo. Artinya kalau dia konsisten dengan channeling ini, konsisten dengan digitalisasi, modernisasi lantas online tidak menutup kemungkinan dari Sabang sampai Merauke, " kata dia.
Dia punya produk unik dan khas hasil coba-coba dengan teman-teman. Mereka ini adalah peteni kopi, penikmat kopi, dan sekarang ini berbisnis kopi. Kini yang sedang diuapayakan PJT I ialah bagaimana Selo Parang bisa menembus pasar global.
"Sebagai contoh UMKM kopi ini bisa masuk ke Vietnam misalnya, bisa masuk ke Timur Leste umpama. Itu tugas kami sebagai pembina sesuai pilarnya BUMN nomor 1 adalah peningkatan ekonomi dan sosial Indonesia," ujarnya.
Rasa kopi Selo Parang yang memiliki pahit khas, berkat pembinaan PJT I kini UMKM mulai menikmati rasa manisnya yang menyebar ke seluruh nusantara. (zahrotul maidah)