Konflik Tanah Sukorejo , Warga Merespon Aksi Kodim 0824

Menurut Ridwan, dalam beberapa hari belakangan ada sejumlah aparat yang mengaku dari Kodim 0824 mendatangi rumah-rumah warga. Disusul dengan temuan warga terhadap kopian surat Komandan Kodim 0824 Letkol Rahmat Cahyo Dinarso ke pihak ATR BPN Jember yang meminta agar tidak memproses upaya sertifikasi tanah Sukorejo.

Konflik Tanah Sukorejo , Warga Merespon Aksi Kodim 0824
Warga saat berkumpul di slah satu Masjid di Jember.

Jember, HB.net - Lama tak terdengar, konflik tanah Sukorejo di Jember muncul kembali. Puluhan warga yang terkait dengan sengketa lahan tersebut menggelar pertemuan, Senin (01/10/2023) malam. Tujuannya untuk merespon rentetan aksi yang dilakukan Kodim 0824.

"Kami istigosah sekaligus juga konsolidasi menanggapi Kodim 0824 Jember," kata Ridwan, juru bicara warga saat dikonfirmasi, Selasa ( 3/10/2023). 

Menurut Ridwan, dalam beberapa hari belakangan ada sejumlah aparat yang mengaku dari Kodim 0824 mendatangi rumah-rumah warga. Disusul dengan temuan warga terhadap kopian surat Komandan Kodim 0824 Letkol Rahmat Cahyo Dinarso ke pihak ATR BPN Jember yang meminta agar tidak memproses upaya sertifikasi tanah Sukorejo. 

Letkol Rahmat masih meminta waktu untuk menyampaikan komentarnya saat diminta menanggapi sikap warga. Ia akan menjadwal agenda wawancara mengenai hal ini. "Nanti ya," tulisnya lewat pesan singkat menjawab konfirmasi.

Ridwan menilai, tindakan Kodim 0824 tidak berdasar karena pembagian lahan antara warga dengan TNI sudah rampung sejak 2004 silam. "Yakni, atas terbitnya surat keputusan Kepala BPN RI Nomor 410-2387 tanggal 8 September 2004," jelasnya.

Berdasar Surat Gubernur Jawa Timur Nomor: G/BA/7C/1709 tanggal 21 Desember 1954 dinyatakan bahwa tanah TNI seluas 62,75 hektar, sedangkan untuk warga seluas 292,25 hektar. Surat Menteri Agraria Nomor: BM49/19 tanggal 15 Desember 1964 memerintahkan realisasi distribusi tanah 292,25 hektar kepada warga untuk menggarap lahan tersebut. 

Namun, pihak TNI masih menyoal pada sebagian tanah yang untuk warga, karena merasa pernah memberi ganti rugi Rp 400 ribu kala itu. Pemerintah pun turun tangan dengan menggelar riset land reform. Hasilnya, dinyatakan bahwa ganti rugi tidak sah tanpa kejelasan subyek dan obyeknya.

Pernyataan pemerintah tertuang dalam surat Dirjen Agraria tentang Asuad (Agenda Surat untuk Angkatan Darat) Nomor: 8/2/68. Konflik berkepanjangan ditengahi lewat Pemkab Jember. Dibentuk Tim Terpadu melalui Surat Bupati Jember Nomor: 94 tanggal 25 September tahun 1999. Hasil inventarisasi Tim Terpadu bentukan Pemkab Jember menguntungkan TNI.

Tanah TNI yang semula 62,75 hektar bertambah 16 hektar menjadi 78 hektar. Sedangkan, tanah warga dari 292,25 hektar menyusut jadi 276 hektar. Tanah warga 276 hektar berangsur-angsur terdistribusi kepada warga seluas 177 hektar. 

Sisanya, seluas 99 hektar masih terkatung-katung. pihak TNI merasa berhak terhadap bagian tanah 99 hektar itu. Alasan yang dikemukakan TNI mengklaim pernah memberi ganti rugi. "Padahal, ganti rugi itu sudah dibatalkan," papar Ridwan. (aji/yud/diy)