Petani Sidodadi dan Pondokrejo Minta Lahan 2 Desa Tak dijadikan Hutan Lagi
Menurut Koordinator Tani Indonesia (Gertani), Agus Sutrisno, mereka meminta lahan pertanian yang berada di 2 Desa tersebut, diserahkan ke masyarakat dan tidak di jadikan hutan kembali.
Jember, HB.net - Perwakilan warga Desa Sidodadi Dan Desa Pondokrejo Kecamatan tempurejo, kembali melakukan hearing dengan pihak terkait di ruang komisi A DPRD Jember untuk membahas persoalan lahan pada Kamis (09/11/2023).
Rapat dengan pendapat ini dihadiri sejumlah pihak diantaranya Perhutani, Cabang Dinas Kehutanan wilayah Jember, Dinas Cipta Karya Pemkab Jember, Kades dan Camat tempurejo di ruang Komisi A DPRD Jember.
Menurut Koordinator Tani Indonesia (Gertani), Agus Sutrisno, mereka meminta lahan pertanian yang berada di 2 Desa tersebut, diserahkan ke masyarakat dan tidak di jadikan hutan kembali. Menurutnya, masyarakat sudah menempati lahan tersebut, sudah lebih dari 20 tahun.
"Mereka membuka lahan di jadikan tempat tinggal, serta lahan pertanian dan sudah puluhan tahun," ujar Agus kepada awak media.
Namun dalam pertengahan Oktober lalu, perhutani memasang patok di sekitar rumah warga, serta di lahan pertanian milik warga. Padahal tanah tersebut, sudah dimohon kepada pemerintah sejak 1942 lalu.
"Inj juga perlu dipertanyakan sikap pemerintah, yang tiba-tiba memasang patok batas itu jelad sangat merugikan para petani dan masyrakt setempat," katanya.
Ketua komisi A DPRD Jember, Tabroni dari hasil rapat dengar pendapat diketahui bahwa tanah yang akan diserahkan pemerintah di kawasan hutan kepada warga, tidak semuanya.
"Tapi yang diberikan hanya kawasan pemukiman, Fasilitas Umum, Fasilitasi sosial," jelas Tabroni usai melakukan hearing bersama petani.
Sedangkan lahan garapan, yang ada di sekitar rumah warga, tidak masuk bagian yang dilepaskan oleh pemerintah. "Namun hal ini tidak disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, sehingga menimbulkan gejolak," tambahnya.
Legislator PDIP ini juga mengatakan, luas lahan yang dilepas di kabupaten Jember seluas 314 hektar dari 1.200 hektare, yang diusulkan kepada pemerintah. Meski lahan garapan sudah dipatok, tidak berarti tidak boleh digarap, tapi masih boleh digarap.
"Pemasangan patok itu, Hanya untuk memperjelas batas antara wilayah hutan, dengan Daerah pemukiman," tandasnya. (aji/yud/diy)