Dinas Perkebunan Jatim Ajak Pelaku Usaha Gula Tingkatkan Produksi untuk Swasembada Gula Nasional

Sidoarjo, HB.net - Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur mengajak para pelaku usaha pabrik gula untuk meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas areal tanam Tebu di wilayah Jawa Timur. Langkah ini diambil untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Jawa Timur sekaligus mendukung program swasembada gula di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Dydik Rudy Prasetya, MMA., dalam pelatihan akselerasi swasembada gula nasional melalui pengembangan areal Tebu dan bongkar ratoon serta peningkatan produktivitas dan rendemen melalui kolaborasi empat aktor dalam ekosistem Tebu (Pendekar Tebu) yang diadakan di Fave Hotel Sidoarjo.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Pemprov Jatim, Andriyanto dan Kepala Bidang Produksi Tanaman Semusim Dinas Perkebunan Provinsi Jatim, Prasojo Bayu Suwondo Putro serta dihadiri kalangan pengusaha pabrik gula se-Jawa Timur.
“Kontribusi Jawa Timur terhadap produksi gula nasional terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2023, Jawa Timur menghasilkan sekitar 1.100.000 ton, dan kini sudah mencapai 1.200.000 ton. Namun, peluang ini harus dioptimalkan dengan meningkatkan kapasitas pabrik dan luas areal tanam,” kata Dydik Rudy Prasetya dalam kesempatan tersebut, Senin, (10/3/2025).
Dydik menambahkan bahwa meskipun performa komoditas Tebu di Jawa Timur fluktuatif dalam kurun waktu 2015 hingga 2024, pada tahun 2024, Jawa Timur berhasil mencapai produksi gula kristal putih tertinggi dalam 10 tahun terakhir dengan total mencapai 1.278.000 ton, angka yang setara dengan produksi pada tahun 2014-2015. Namun, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pelaku usaha dan pemerintah dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
“Pabrik gula di Jawa Timur masih memiliki kapasitas yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Banyak pabrik yang masih beroperasi di bawah kapasitas optimalnya. Ini harus kita tingkatkan, baik dari sisi produksi maupun efisiensi," lanjut Dydik.
Dalam kesempatan tersebut, Dydik juga mengungkapkan tantangan dalam meningkatkan produktivitas gula, terutama terkait dengan kualitas Tebu yang dipanen di awal musim. Menurutnya, jika Tebu dipanen terlalu muda, kualitasnya akan menurun, yang berdampak pada rendemen dan profitabilitas produksi gula.
“Saat Tebu dipanen terlalu muda, kita kehilangan potensi rendemen dan kualitas gula. Kami berharap pelaku usaha pabrik gula dapat memahami pentingnya pengaturan waktu panen yang tepat, dengan harapan musim giling bisa dimulai pada bulan Mei dengan tetap mempertimbangkan kemasakan Tebu sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 87 tahun 2014” ujar Dydik.
Lebih lanjut, Dydik mengajak pelaku usaha pabrik gula untuk tidak hanya fokus pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga berinvestasi untuk keberlanjutan industri gula, dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan kontribusi terhadap ketahanan pangan nasional.
"Kami mohon dukungan dari seluruh pelaku usaha pabrik gula untuk berkomitmen meningkatkan kapasitas produksi dan memenuhi standar minimal produksi. Ini adalah bagian dari perjuangan kita untuk mencapai swasembada gula di Indonesia," ungkapnya.
Pemerintah Jawa Timur, lanjut Dydik, telah mengidentifikasi adanya potensi luas lahan yang belum tergarap, baik di kawasan hutan maupun lahan-lahan lain yang dapat digunakan untuk perluasan areal tanam Tebu. Ke depan, pemerintah juga berencana untuk mengembalikan sistem rayonisasi guna meningkatkan efisiensi produksi Tebu.
"Rayonisasi ini penting untuk mengurangi biaya angkut dan memaksimalkan rendemen. Jika kita tidak segera bertindak, kita bisa kehilangan peluang untuk swasembada gula dan meningkatkan ketergantungan pada impor," tambahnya.
Dalam upaya swasembada gula, Dydik mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengurangi ketergantungan pada impor gula. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, kalangan akademisi, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
“Semangat nasionalisme sangat dibutuhkan. Swasembada gula harus menjadi tujuan bersama, agar kita bisa memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor,” tutup Dydik.
Dengan dukungan dan kerjasama dari seluruh pihak, diharapkan produksi gula di Jawa Timur dan Indonesia bisa mencapai titik optimal, memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat dan sektor industri yang terlibat. (dev/ns)