BI Harap Inflasi Terkendali dan Rupiah Stabil
Untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan tingginya ketidakpastian global, koordinasi kebijakan Bank Indonesia (BI) dan kebijakan fiskal pemerintah terus ditingkatkan.
Surabaya, HARIANBANGSA.net - Untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan tingginya ketidakpastian global, koordinasi kebijakan Bank Indonesia (BI) dan kebijakan fiskal pemerintah terus ditingkatkan.
Koordinasi pengendalian inflasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) diperkuat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah. Juga koordinasi dalam akselerasi digitalisasi sistem pembayaran melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).
Sinergi kebijakan antara BI dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diperkuat menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.
Kepala Kantor Perwakilan BI Jatim Doddy Zulverdy mengatakan, BI terus melakukan inovasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam memastikan inflasi terkendali dan nilai tukar Rupiah tetap stabil.
"Dalam kaitan ini, kebijakan suku bunga diperkuat dengan penerbitan instrumen moneter SRBI (kontraksi) yang premarket. Dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset SBN yang dimiliki BIsebagai underlying," katanya saat kegiatan High Level Meeting (HLM) TPID, Jumat (20/10).
Selain itu, penerbitan SRBI juga mendukung masuknya aliran investasi portofolio asing. Seperti tecermin pada net beli SRBI oleh investor nonresiden sebesar Rp 9,81 triliun. Berbagai perkembangan ini secara umum menunjukkan SRBI dapat menggantikan peran Reverse Repo (RR) SBN sebagai instrumen moneter kontraks. Sekaligus dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
BI juga terus memastikan kecukupan likuiditas. Baik melalui efektivitas kebijakan yang ada maupun pelonggaran kebijakan makro prudensial lanjutan, untuk mendorong berlanjutnya peningkatan kredit atau pembiayaan guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
"Likuiditas perbankan dan perekonomian tetap longgar. Pertumbuhan uang primer (M0) tercatat 5,4 persen (yoy) didorong ekspansi keuangan pemerintah di tengah perlambatan aktiva luar negeri bersih. Pada September 2023, operasi keuangan pemerintah mencatat ekspansi sebesar Rp 56,83 triliun sejalan dengan pola musimannya. Setelah sebelumnya sampai dengan Agustus 2023 mencatat kontraksi Rp 268,29 triliun.
Sementara itu, uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) pada September 2023 masing-masing tumbuh sebesar 4,1 persen (yoy) dan 6,0 persen (yoy).
Perkembangan M2 terutama dipengaruhi kredit yang tetap kuat dan operasi keuangan pemerintah yang mencatat ekspansi. Searah dengan perkembangan di uang primer, operasi keuangan pemerintah pada September 2023 mencatat ekspansi Rp 35,56 triliun setelah sebelumnya juga mencatat kontraksi Rp 305,03 triliun hingga Agustus 2023.(diy/rd)