Melihat Pelangi Tradisi dan Budaya Banyuwangi dalam Festival Kuwung

Festival Kuwung yang masuk dalam agenda Banyuwangi Festival 2024 ini disambut antusias oleh ribuan warga yang memadati sepanjang rute parade.

Melihat Pelangi Tradisi dan Budaya Banyuwangi dalam Festival Kuwung
Gelaran Festival Kuwung di Banyuwangi.

Banyuwangi, HB.net - Di akhir pekan semalam, berlangsung festival budaya yang sangat meriah di Banyuwangi. Sesuai dengan artinya pelangi, Festival Kuwung yang dihelat Sabtu malam (07/12/2024) di RTH Maron Genteng menampilkan beragam tradisi seni dan budaya yang ada di Banyuwangi.

Festival Kuwung yang masuk dalam agenda Banyuwangi Festival 2024 ini disambut antusias oleh ribuan warga yang memadati sepanjang rute parade.

Panggung utama festival diisi pertunjukan seni budaya daerah yang memukau, seperti tari Gandrung, Kuntulan, Jaranan Buto, Jakripah, Barong, hingga Tari Bali.

Iringan gamelan dan angklung Banyuwangian yang dimainkan secara langsung menambah semarak suasana, mengiringi langkah ribuan penampil yang tampil elok dalam balutan kostum. Parade mobil hias dengan miniatur budaya daerah juga tak kalah menarik perhatian.

Seperti atraksi Barong dengan gerakan lincahnya sukses memikat para penonton. Perwakilan dari berbagai etnis dan budaya yang ada di Banyuwangi turut memeriahkan festival ini.

"Kuwung bermakna pelangi, yang menggambarkan warna-warni tradisi dan budaya Banyuwangi. Semua ini menghasilkan harmoni yang menjadi modal sosial membangun Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat membuka acara.

Tahun ini, Festival Kuwung mengusung tema "Peningset Cinde Sutro" yang bermakna keberagaman suku, agama, dan ras di Banyuwangi terikat menjadi satu.

Keberagaman tradisi ini ditampilkan yang terbagi menjadi lima distrik. Distrik Banyuwangi dan kecamatan sekitarnya menampilkan tradisi "Jamasan", prosesi memandikan pusaka peninggalan Buyut Cungking Wongso Karyo, berupa Tombak Gagak Rimang.

Distrik Blambangan menampilkan tradisi "Baritan", upacara selamatan di sekitar sumber mata air sebagai wujud syukur dan permohonan hasil panen yang melimpah.

Distrik Bangorejo menghadirkan tradisi "Pedut Tlatah Purwo", yakni doa dan ritual sesaji di Alas Purwo. Sementara Distrik Rogojampi menampilkan tradisi "Sangyang Tuwuh", ritual masyarakat Aliyan dengan tembang-tembang yang berisi harapan kebaikan.

Defile ditutup oleh Distrik Genteng dengan tradisi "Kawin Tebu", prosesi perkawinan dua batang tebu terbaik yang diibaratkan sebagai mempelai.

"Semangat merawat keberagaman inilah yang menjadi spirit Banyuwangi Festival untuk terus digelar setiap tahunnya dengan melibatkan banyak elemen masyarakat mulai dari anak-anak hingga para sesepuh," pungkas Ipuk.  (guh/diy)