Prioritaskan Pengembangan SDM, Kadindik Jatim Imbau Kasek dan Guru Tambah Kompetensi
BANYUWANGI, HARIAN BANGSA - Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur menggelar Silaturahim dan Pembinaan Kepala SMA, SMK, PK PLK Negeri/Swasta di Lingkungan 3 Cabang Dinas (cabdin) Pendidikan Wilayah Cabdin Banyuwangi, Cabdin Jember (Kab Jember dan Kab Lumajang), serta Cabdin Bondowoso (Kab Bondowoso dan Kab Situbondo) di Hotel El Royal Banyuwangi, Senin (24/2) sore.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Dr Ir H Wahid Wahyudi, MT mengatakan, pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas pembangunan di Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan apa yang diprioritaskan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
"Kenapa pengembangan sumber daya manusia menjadi prioritas? Karena sudah banyak contoh bahwa di dalam pengentasan kemiskinan, siswa-siswi yang berangkat dari keluarga miskin setelah menyelesaikan sekolahnya dan memiliki kompetensi tertentu, dia akan keluar dari lingkaran kemiskinan,"kata Wahid.
Kadindik Jatim Dr Ir H Wahid Wahyudi, MT, didampingi Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas serta Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Banyuwangi Estu Handono.
Wahid melanjutkan, pemerintah bersama masyarakat melakukan upaya-upaya agar putra-putri dari keluarga miskin itu bisa sekolah dan memiliki kompetensi. Hal ini dilakukan supaya sekolah tidak lagi memroduksi pengangguran-pengangguran baru.
"Tapi sekolah itu memproduksi potensi-potensi siswa-siswi yang memiliki kompetensi tertentu sehingga bisa diharapkan memiliki produktivitas," lanjut mantan Pjs Wali Kota Malang ini.
Wahid menghimbau agar para guru meningkatkan kompetensinya lebih dari satu. Hal ini terkait persoalan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan. Kepala sekolah juga harus bisa untuk mengajar dan meningkatkan kompetensinya. Sehingga kalau ada kekurangan guru bisa dihandel kepala sekolah sendiri.
Baca Kebutuhan Dunia Usaha dan Industri
Di depan ratusan kepala sekolah yang berasal dari tiga cabang dinas pendidikan di Jatim ini, Wahid mengaku akan melakukan evaluasi terhadap setiap jurusan yang ada di masing-masing SMK. Apakah kompetensi di masing-masing SMK masih dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri.
"Kalau ternyata sudah over capacity, tutup saja. Katakan misalnya jurusan manajemen, coba dilihat apakah masih dibutuhkan,"sebutnya mencontohkan.
Wahid menekankan para kepala sekolah untuk bisa membaca kebutuhan dunia usaha dan industri, baik yang ada di dalam lingkungannya maupun di luar. Ia lalu mencontohkan SMK PGRI Ponorogo yang lulusannya ternyata banyak yang diterima di Jepang dan Korea.
"Dan itu tidak hanya di SMK tersebut namun ternyata banyak sekolah SMK lainnya di Jatim yang lulusannya dibutuhkan di berbagai negara," ucapnya.
"Oleh karena itu, kecermatan kepala sekolah hal yang saya harapkan sehingga kompetensi di sekolahnya itu betul-betul yang dibutuhkan di dunia usaha dan dunia industri,"sambungnya.
Kemudian dalam memonitoring para lulusan, ia meminta kepala sekolah untuk membuat aplikasi network alumni. Hal ini dilakukan agar bisa mengetahui posisi lulusan. Di sisi lain, aplikasi tersebut juga ditujukan untuk menganalisa kompetensi tertentu yang sudah tidak bisa terpenuhi oleh industri.
"Aplikasi ini juga bisa menjadi tolok ukur sekolah untuk mengukur kualitas masing-masing sekolah untuk menghantarkan para lulusannya," pinta mantan Kadishub Jatim ini.
Usulkan Sertifikat Kesetaraan
Pihaknya saat ini sedang mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) supaya pendidikan kesetaraan itu dilihat kembali. Bagaimana kalau seseorang itu sudah memiliki kemampuan setara SMA bisa dilakukan assessment dan bisa diberi semacam ijazah Kejar Paket C.
"Problem di Jawa Timur itu yang pertama, industri. Pegawai-pegawai industri di Jawa Timur itu 47% lulusan SD dan tidak lulus SD. Setelah dia bekerja sekian tahun dan seiring bertambahnya usia, tentu pola pikirnya sudah berkembang. Mungkin dia sudah setara SMP atau SMA," bebernya.
Kadindik Jatim Dr Ir H Wahid Wahyudi, MT, saat memberikan penghargaan kepada Kepala SMKN 1 Glagah Banyuwangi. foto-foto:humasdindikjatim
Maka, menurutnya sudah selayaknya dilakukan assessment dan diberi sertifikat sesuai dengan kemampuannya supaya itu juga akan berpengaruh pada data BPS (Badan Pusat Statistik).
Hal itu berlaku juga bagi pendidikan di pesantren. Banyak pondok pesantren yang mengeluarkan sertifikat dari yayasan atau dari pengasuh pesantrennya. Karena pondok pesantren itu bukan sekolah formal maka sertifikatnya tidak diakui oleh BPS.
Tidak diakuinya sertifikat dari pesantren ini oleh BPS akhirnya menjadi persoalan tersendiri dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pasalnya saat ini IPM Jatim sendiri berada di ranking 15 nasional. Maka dari itu pihaknya akan meminta bantuan di jajaran Kemenag. Karena menurutnya, yang mempengaruhi IPM Jatim rendah salah satunya dari dunia pesantren.
"Di Jatim ini paling banyak ada 6.500 pesantren dengan santri 10-12 ribu santri. Kalau sudah disetujui oleh Kemendikbud tentunya akan meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Jawa Timur yang luar biasa,"pungkas Wahid. (ian/ns)