Agar Siswa Tak Aneh-Aneh, Dispendik Gelar Istigosah Besok
Mojokerto, HARIAN BANGSA - Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Mojokerto berupaya menangkal potensi penyimpanan makna kasih sayang dalam momen Valentine Day, 14 Februari 2020. Caranya lewat istigosah dan kebaktian.
Bergesernya makna kasih sayang dikalangan remaja agaknya cukup bikin gundah dunia pendidikan. Tak ubahnya, dengan lingkup pendidik di Kota Onde-Onde. Nyatanya, sejak jauh hari Dispendik telah mengeluarkan surat edaran (SE) berisi imbauan kepada seluruh kepala sekolah SD dan SMP di kota ini.
"Mengadakan istigosah atau kegiatan keagamaan bagi siswa pada 14 Februari 2020 mulai pukul 13.15 WIB sampai selesai. Selanjutnya, membuat SE bagi orangtua wali murid agar melakukan pengawasan terhadap putra putrinya selepas jam sekolah," ungkap Kadispendik Kota Mojokerto Amin Wachid, Kamis (13/2).
Dengan kegiatan tersebut, Amin berharap situasi akan kondusif, sehingga proses pendidikan berkarakter bisa terwujud.
Angka perkawinan dini daerah ini beberapa tahun belakangan mencapai taraf serius. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AK) Kota Mojokerto, menyebutkan total perkawinan di daerah ini pada tahun 2015 mencapai 980 pasangan. Tapi ironisnya, separo lebih atau 502 pasang penganut pernikahan itu adalah anak-anak.
"Jumlah perkawinan dini mencapai puncaknya pada tahun 2015, yakni sebanyak 51,22 persen. Mereka tersebar di 18 kelurahan di seluruh kecamatan," ungkap Kepala DP3AK Kota Mojokerto Moch. Ali Imron, waktu itu.
Menurut ia, prosentase terbanyak pernikahan muda terjadi di Kelurahan Kedundung. "Terbanyak di Kedundung, sebanyak 69 pernikahan pasangan usia dini," tambahnya.
Jumlah ini, mulai bergerak turun pada tahun 2016 lalu. Kata ia, dari 841 pasangan yang mendaftarkan pernikahan pada tahun lalu yang tercatat sebagai anak-anak, yakni sebanyak 422 atau 48,4 persen.
"Jumlah ini makin turun pada 2017 tahun ini. "Data kita per April pemohon pernikahan ada sebanyak 370 pasangan. Sebanyak 65 pasangan diantaranya adalah masih berusia dini yakni dibawah 20 tahun."
Imron menyebut, video porno menjadi indikator utama dari maraknya perkawinan usia wajar selain faktor keluarga broken home. "Kebanyakan mereka telah melihat video porno dan mempraktikkannya. Kebanyakan pasangan muda tidak tahu mengenai dampak seks pra nikah yang bisa bunting itu," tambahnya.
Kondisi ini makin parah sejak maraknya wifi. Untuk menekan angka perkawinan di kota ini, pihak berwenang setempat mengantisipasi dengan membentuk Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) di 24 sekolah setingkat SMP-SMA. Kemudian, membentuk Pusat Konseling Masyarakat di tiga kelurajan, yakni Miji, Blooto, dan Sentanan.(yep/rd)