Akademisi: Fenomena Gangster di Sidoarjo adalah Perilaku Imitasi
Menanggapi tren fenomena gangster yang sedang marak terjadi di Sidoarjo, akademisi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menyebut bahwa hal tersebut adalah perilaku imitasi (peniruan).
Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Menanggapi tren fenomena gangster yang sedang marak terjadi di Sidoarjo, akademisi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menyebut bahwa hal tersebut adalah perilaku imitasi (peniruan).
Dosen sekaligus praktisi ilmu sosial Umsida, Didik Hariyanto memaparkan bahwa fenomena gerombolan gangster yang sedang marak saat ini adalah hasil peniruan perilaku dari yang sudah ada didaerah lain.
"Dalam ilmu sosial ada yang namanya teori imitasi atau peniruan. Nah teori ini mengatakan, jika ada sesuatu tindakan yang dilakukan individu atau kelompok terjadi secara terus-menerus maka dapat menimbulkan inspirasi bagi sebagian kelompok lain untuk melakukan sesuatu yang sama,” papar dosen Ilmu Komunikasi, Selasa (13/12)
Seperti diketahui, gangster ini awalnya juga bukan dari Sidoarjo. Tapi di daerah kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta dan Bandung. Menurutnya, pemicu dari dari fenomena gangster adalah peniruan tersebut. Dari dasar itulah selanjutnya mereka mempunyai eksistensi lebih yang ingin ditampilkan.
"Kenapa kemudian mereka tidak mengambil barang berharga dari korban seperti semisal begal dan rampok? Jawabannya adalah karena kepuasannya hanya di situ (melukai korban). Apabila korban melawan, maka mereka tidak segan untuk mengajak adu jotos atau kekuatan," terangnya.
Menurutnya, gerombolan pemuda atau remaja yang telah tergabung menjadi gangster ini apabila melakukan bentuk pelanggaran hukum, mereka akan merasa kuat karena mereka melakukannya secara bersama-sama.
Didik juga mengatakan bahwa dirinya khawatir apabila ada orang-orang yang kemudian menumpangi fenomena gangster ini. Yang semula tidak berniat merampas harta benda korban, menjadi ikut melakukan hal itu. Sementara masyarakat masih belum bisa bisa melihat antara begal atau rampok dan segerombolan anak muda yang butuh eksistensi.
Ia juga menyarankan beberapa hal yang harusnya dilakukan oleh pemerintah, pihak keamanan, dan masyarakat. Yang pertama ada tahapan preventif (pencegahan).
“Nah, kenapa harus dicegah? Karena agar tidak menjadikan yang lain terdampak atau ikut-ikut. Semua saya rasa harus bergerak untuk mengidentifikasi hal ini baik dari keluarga maupun lingkungan sekolah. Tujuannya agar tidak terjadi Imitasi atau peniruan," ujarnya.
Yang kedua, kata Didik, apabila para remaja atau pemuda ini sudah terlanjur masuk dalam lingkungan tersebut, maka agar segera diberi wadah yang baik untuk menyalurkan eksistensinya tersebut. Ia mencontohkan, jika pemuda sering balap liar, maka pemerintah dapat mengedukasi atau membuat semacam jalur untuk balapan secara resmi.
Selanjutnya adalah penegakan fungsi hukum. Hal ini menrutnya juga harus ditegakkan. Karena jika tidak ditegakkan dan mereka diberi ruang maka mereka semakin mengakar.
"Untuk Sidoarjo masih banyak waktu untuk berbenah. Mereka bisa kita beri ruang untuk itu. Kalau menurut saya, ketika mereka sudah sampai pada tahap berbuat kriminal seperti merampok atau bahkan membunuh korban, itu harusnya pidana. Tetapi kalau masih dalam tahap mereka menakut-nakuti masyarakat, hura-hura dan sebagainya, masih bisa dilakukan sanksi pembinaan," pungkasnya.(cat/rd)