Dinilai Tak Profesional, Pemkab Putus 5 Rekanan Pengerjaan Proyek
Hengki menjelaskan, kegiatan pada 2022 dari 127 paket yang ada di DPUPR, ada 5 paket proyek pembangunan yang harus putus kontrak.
Probolinggo, HB.net - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Hengki Cahjo Saputra, mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo memutus kontrak 5 Rekanan proyek yang dinilai telah melebihi batas jatuh tempo pengerjaan.
"Tahun lalu, ada 5 Rekanan yang sudah diputus kontrak. Karena, telah menyalahi aturan yang ditetapkan Pemkab," ujar Hengki. Menurutnya, pada prinsipnya DPUPR dalam menjalankan kegiatan sebagaimana petunjuk dari Wakil Bupati Probolinggo harus profesional, berkualias dan estetika.
Hengki menjelaskan, kegiatan pada 2022 dari 127 paket yang ada di DPUPR, ada 5 paket proyek pembangunan yang harus putus kontrak. Hal ini salah satu bukti bahwa dalam melaksanakan kegiatan juga secara professional.
Jadi CV-CV atau rekanan-rekanan bukan hanya mengejar SPMK atau kontrak, tapi juga bisa melaksanakan secara benar sebagaimana amanah regulasi.
“Akhirnya dalam pelaksanaan itu, mungkin sudah dipacu dan sudah diperingatkan secara regulasi di SP1 dan SP2 tetapi pihak rekanan juga tidak bisa menyelesaikan sesuai dengan progres yang diinginkan,” jelasnya.
Lima paket dilakukan putus kontrak di DPUPR Kabupaten Probolinggo diantaranya, peningkatan jalan Lambang Kuning-Sapih. Pemeliharaan rutin, berkala, rehabilitasi ruas Sapih-Puncaksari. Ketiga konsultansi survey jalan dan jembatan. Keempat rehabilitasi ruas jalan Pohsangit Tengah-Tunggakcerme.
“Keempat paket ini berada di Bidang Bina Marga dengan total nilai kontrak sebesar Rp 12.239.275.302 dan nilai jaminan pelaksanaannya sebesar Rp 596.403.230,” tegasnya. Serta satu paket di Bidang Sumber Daya Air berupa rehabilitasi jaringan irigasi di Wonorejo dengan nilai kontrak Rp 920.327.863 dan nilai jaminan pelaksanaan Rp 60.512.200.
“Habis itu diblacklist sebagaimana regulasi dan dia juga harus dicairkan jaminan pelaksanaannya,” terangnya.
Ke depan hal ini bisa menjadi pelajaran bagi rekanan yang melaksanakan kegiatan di Kabupaten Probolinggo, khususnya DPUPR sehingga bisa menjalankan kegiatan di DPUPR secara professional, berkualitas dan estetika sebagaimana petunjuk dari Wakil Bupati Probolinggo.
Tahun kemarin, ternyata masih ada proyek yang berjalan. Hal itu merupakan asas manfaat. Artinya, kalau memang di rasa bisa menyelesaikan kurang dari 1 hingga 2 minggu setelah tutup tahun, maka diberikan kesempatan untuk menyelesaikan.
“Jadi kita tidak semena-mena putus kontrak, kalau asas manfaatnya di masyarakat kita kasih perpanjangan waktu tapi dengan denda per hari per seribu per nilai kontrak. Misalnya nilai kontraknya Rp 100 juta maka dendanya sekitar Rp 100 ribu per hari,” tambahnya.
Hengki menambahkan perpanjangan ini sesuai dengan penyelesaian dari rekanan. Kalau rekanan bisa menyelesaikan dalam waktu 10 hari maka dendanya per seribu per nilai kontrak. Batasannya hanya 50 hari.
“Kalau sebelum 50 hari sudah selesai, artinya kita kasih toleransi untuk pembangunan. Disamping itu yang putus kontrak kita usahakan di tahun 2023 untuk diusulkan lagi. Sebab itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” pungkasnya. (ndi/diy)