Ini Tujuh Panelis Debat Pilgub Jatim Ke-2
KPU Jawa Timur menggelar debat publik kedua, pada Ahad (3/11) di Ballroom Grand City, Surabaya.
Surabaya, HARIANBANGSA.net - KPU Jawa Timur menggelar debat publik kedua, pada Ahad (3/11) di Ballroom Grand City, Surabaya. Dalam debat yang akan dimulai dan disiarkan langsung televisi lokal dan nasional pukul 19.00 WIB itu, KPU Jatim menyiapkan 7 panelis untuk mengampu debat kandidat.
Ketujuh panelis itu adalah pertama Agus Muhammad Hatta yang merupakan ahli teknik fisika Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem Institut Teknologi Sepuluh Nopember, kedua, Abd Aziz, ahli teknologi pendidikan Fakultas Tarbiyah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Kemudian, ketiga Hariyono yang merupakan ahli sejarah politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, keempat, Aan Eko Widiarto ahli ilmu perundangan-undangan dan hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Kelima, Biyanto yang merupakan ahli ilmu filsafat dan sosial keagamaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Keenam Sunan Fanani yang diketahui adalah ahli ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya. Ketujuh Airlangga Pribadi Kusman yang merupakan ahli politik dan tata kelola pemerintahan Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
"Ketujuh panelis ini sudah menandatangani pakta integritas. Karena itu, mereka sudah berkomitmen untuk bersikap netral dan profesional," kata Komisioner KPU Jatim, Nur Salam, saat jumpa pers, Sabtu (2/11) petang di Grand City, Surabaya.
Debat kedua ini akan mengambil tema Tata Kelola Pemerintah yang Efektif dan Inovatif Serta Pelayanan Publik yang Inklusif untuk Keadilan Masyarakat Jawa Timur.
Salam mengatakan, akan ada delapan subtema yang akan dimunculkan dalam debat kali ini. “Ada delapan subtema yang menjadi bahasan dalam debat kedua,” terang Nur Salam.
Delapan subtema tersebut meliputi budaya dan birokrasi modern, inovasi tata kelola pemerintahan, pelayanan publik transparan, inklusif dan berkeadilan, partisipasi publik dan pemberdayaan masyarakat, harmonisasi produk hukum daerah dan ‘meaningful participation’.
Lalu, optimalisasi kewenangan melalui komunikasi dengan pemerintahan pusat dan daerah, tata kelola yang menghargai dan melindungi keberagaman dan mitigasi bencana dan bantuan sosial yang berkeadilan. (mdr/rd)