Investasi Bodong Rugikan Rp 117 Triliun, Ovo dan Bareksa Ajak Konsumen Bijak
Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup 21 platform investasi ilegal sepanjang tahun 2022.
Jakarta, HARIANBANGSA.net – Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup 21 platform investasi ilegal sepanjang tahun 2022. Belakangan ini modus yang digunakan adalah binary option, robot trading, hingga pencatutan nama entitas resmi melalui media sosial seperti Telegram. Dalam kurun waktu 2011-2022, SWI mencatat nilai kerugian masyarakat kurang lebih mencapai Rp 117,5 triliun dikarenakan adanya investasi bodong.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing meminta masyarakat untuk memastikan kembali pihak yang menawarkan investasi tersebut. Di antaranya telah memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Serta memiliki izin dalam menawarkan produk investasi dan tercatat sebagai mitra pemasar sebelum berinvestasi,
“Jika ada penawaran investasi, lakukan pengecekan 2L, yakni legal dan logis. Legal artinya tanyakan izinnya dan logis artinya pahami rasionalitas imbal hasilnya,” tutur Tongam, Rabu (6/4).
Maraknya penipuan yang berkedok investasi online, Ovo, berkolaborasi dengan Bareksa, Pioneer Super App Investasi, terus melakukan edukasi kepada masyarakat. Mereka menyerukan kepada konsumen agar bijak dan menerapkan kehati-hatian tingkat tinggi dalam memilih produk investasi agar tidak terjerat dalam investasi ilegal. Seruan ini mengemuka pada webinar dengan topik berinvestasi tepat yang bertajuk Hati-Hati Investasi Bodong padal 6 April 2022.
Presiden Direktur Ovo & Co-Founder/CEO Bareksa, Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, melalui webinar ini, pihaknya ingin mendorong masyarakat agar memahami pentingnya investasi. Termasuk cara memilih produk dan layanan keuangan yang aman dan patuh terhadap regulasi serta perizinan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Ovo juga menekankan bahwa kami tidak mendukung segala kegiatan transaksi yang dilakukan platform tanpa izin dan legalitas resmi. Untuk itu, seluruh kerja sama Ovo dengan mitra dilakukan melalui uji kelayakan dari berbagai aspek termasuk aspek legal yang utama,” jelasnya.
Ovo telah menerima sertifikasi ISO 27001 sejak tahun 2021. Dengan demikian, konsumen dapat bertransaksi secara aman dan nyaman. Menyikapi situasi tersebut, baru-baru ini OVO berkolaborasi dengan Bareksa menghadirkan OVO |Invest. Ini sebagai wujud nyata membuka akses layanan keuangan bagi masyarakat.
Ovo | Invest adalah erobosan keuangan digital pertama di Indonesia yang menciptakan sinergi antara e-money dan e- investment yang telah menerima izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Layanan ini menggarisbawahi komitmen kami untuk memberikan akses yang terjangkau, terpercaya, dan nyamanbagi masyarakat dalam mengelola investasi. Terutama bagi para investor pemula yang ingin memulai berinvestasi,” tambah Karaniya.
Tongam L. Tobing yang juga hadir sebagai pembicara dalam webinar ini mengapresiasi inisiatif Ovo dan Bareksa dalam mengedukasi masyarakat melalui forum diskusi mengenai berinvestasi dengan tepat. “Terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan masyarakat terjerat dalam investasi bodong,” katanya.
Faktor pertama, sifat alami manusia yang ingin cepat kaya dan biasanya mudah tertipu dengan gaya hidup yang dipamerkan di platform media sosial atas hasil investasi. Faktor kedua, banyak masyarakat yang sudah mengetahui risiko dan kerugian. Namun masih tetap nekat untuk berinvestasi legal dengan pikiran untuk meraih keuntungan daripada tidak sama sekali. Terakhir, faktor yang ketiga dimana masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat atas investasi. Sedangkan perkembangan teknologi digital yang masif telah memberikan peluang bagi para investasi bodong.
Certified Financial Planner Annisa Steviani membeberkan tips sebagai langkah awal jika ingin berinvestasi. Pandemi yang sudah bergulir lebih dari 2 tahun mengubah kebiasaan masyarakat untuk melakukan segala transaksi secara digital.
Contohnya sekarang ini masyarakat mulai tertarik untuk berinvestasi. Namun, sebelum memulai investasi, masyarakat perlu menetapkan terlebih dahulu tujuan investasi tersebut untuk apa. Setelah itu, baru memperkiraan jumlah dana investasi dengan mengukur profil risiko, sambil memperkaya ilmu mengenai literasi keuangan.(rd)