Keberagaman Budaya Berkelas Dunia Ada di Kota Lama Surabaya
Derap pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya tahun 2024 tak bisa terbendung lagi. Surabaya memerlukan sebuah formula untuk melakukan percepatan pemulihan ekonomi masyarakatnya.
Surabaya, HARIANBANGSA.net - Derap pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya tahun 2024 tak bisa terbendung lagi. Surabaya memerlukan sebuah formula untuk melakukan percepatan pemulihan ekonomi masyarakatnya.
Menginjak tahun 2024, Pemkot Surabaya langsung tancap gas melakukan pembangunan-pembangunan infrastruktur. Meski demikian, wajah Surabaya tetap tak berubah. Ada sudut-sudut kota yang dipertahankan dengan wajah lama. Malahan dipercantik, direnovasi, didandani, untuk menggaet wisatawan.
Puncaknya pada 3 Juli 2024, Wali Kota Eri Cahyadi melakukan Grand Launching Kota Lama Surabaya yang dihadiri langsung oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi. Hal ini menunjukkan dukungan pemerintah pusat terhadap inisiatif lokal ini.
Grand launching yang dipusatkan di Zona Eropa, Plaza Outdoor Internatio Building itu berlangsung sangat meriah. Masyarakat Surabaya tumpah ruah. Mereka disuguhi satu pertunjukan yang spektakuler, yakni Video Mapping Show.
Revitalisasi Kota Lama Surabaya
Wali kota mengungkapkan, revitalisasi Kota Lama Surabaya bertujuan menjadikan Surabaya sebagai kota yang menjaga keberagaman budaya berkelas internasional. “Kita ingin Surabaya sebagai kota yang maju, modern, humanis, dan berwawasan. Juga, kita tidak melupakan atau meninggalkan sejarah dan budaya," katanya.
Ia menjelaskan bahwa revitalisasi tersebut melibatkan sejarawan, budayawan, LSM, hingga masyarakat pegiat sejarah. "Penataan Kota Lama ini harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip gotong royong," jelas mantan kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.
Penataan itu dimulai dari arah Jalan Rajawali menuju ke kawasan Pecinan di Kembang Jepun Kya-Kya, Jalan Panggung, dan kawasan Ampel. Penataan itu meliputi penataan pohon dan pemasangan lampu. Upaya ini dalam rangka penataan ulang Kota Tua di kawasan Eropa, Pecinan, dan Arab.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad menambahkan beberapa detail revitalisasi kawasan Kota Lama.
Kota Lama terdiri dari empat zona bagian. Yakni, Zona Arab, Eropa, Melayu, dan Pecinan. Di zaman pendudukan Belanda, kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, bisnis, hingga pertukaran budaya. Berbagai etnis pun berkumpul menjadi satu di kawasan ini. Mulai dari etnis Arab, Eropa, Madura, Melayu, Jawa, hingga Tionghoa.
"Masing-masing zona tersebut saling terintegrasi antara satu dengan yang lainnya. Kota Lama Surabaya adalah wadah peleburan berbagai budaya. Ada harmoni dan toleransi menjadi landasan utama kehidupan masyarakatnya. Di sini, perbedaan bukan menjadi pemisah, tapi kekuatan pemersatu yang melahirkan kekayaan budaya tak ternilai,” jelas Irvan.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata Kota Surabaya (Disbudporapar) Kota Surabaya Hidayat Syah menambahkan, salah satu program pengembangan destinasi pariwisata terpadu di Kota Lama adalah melakukan pengecatan ulang bangunan cagar budaya di situs atau Zona Eropa.
“Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) BPBD, dan Satpol PP Kota Surabaya yang melakukan pengecatan pada bangunan. Kita mendapatkan dukungan dari perusahaan produsen cat untuk material cat,” kata Hidayat Syah.
Kawasan Wisata Kota Lama Terluas di Indonesia
Luas Kota Tua Jakarta adalah 1,3 kilometer persegi. Kota Tua Jakarta membentang di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat, tepatnya di Pinangsia, Taman Sari, dan Roa Malaka. Luas Kota Lama Semarang adalah 31 hektare dan lokasinya berdampingan dengan kawasan ekonomi dan Stasiun Tawang.
Sementara itu, Kota Lama Surabaya luasnya mencapai 128 hektare. Hampir 5 kali luas Kota Lama Semarang. Pemkot Surabaya membagi Kota Lama Surabaya sebanyak empat zona, yakni Zona Eropa, Pecinan, Melayu, dan Arab.
Zona Eropa adalah salah satu wilayah di kawasan Kota Lama Surabaya, Jawa Timur yang menawarkan nuansa Eropa di masa kolonial. Zona ini berpusat di Gedung Internatio dan meliputi Jalan Kalimas, Jalan Veteran, Jalan Sikatan, dan Jalan Rajawali.
Gedung-gedung yang bisa dinikmati wisatawan di Zona Eropa. Mulai dari Gedung Cerutu, PTPN XII, PTPN XI, Pertamina, Internatio, Hotel Arcadia, serta De Javasche Bank yang menyimpan koleksi uang kuno.
Di Gedung PTPN XI atau dahulunya bernama Gedung HVA (Haandels Vereeniging Amsterdam), inilah saksi bisu kebesaran perniagaan Kota Surabaya. Pasalnya, tempat ini menjadi pusat kantor pabrik gula Hindia Belanda. Surabaya saat itu sejajar dengan Hong Kong dan Shanghai.
Kemudian, juga ada gedung Bank BNI, Kantor Pos Besar Kebonrojo, Taman Sejarah, Jembatan Merah, Pabrik Siropen, Misoa, Pelabuhan Perak, dan lain sebagainya.
Zona Pecinan di Kota Lama Surabaya berada di Jalan Kembang Jepun. Di zona ini, Anda bisa melihat berbagai pertokoan tua dengan plakat nama berbahasa Mandarin yang berjejer di sepanjang jalan.
Ciri khas khas bangunan berornamen serba merah, ada tulisan China di bangunan, dan tempat sampah dengan desain khas Tiongkok. Landmark terkenal adalah Kelenteng Boen Bio. Aktivitas yang ditawarkan di antaranya kulineran di Kya-Kya Kembang Jepun, jalan-jalan, bersepeda, atau menggunakan Suroboyo Bus untuk melihat view-nya.
Kemudian, Zona Melayu di Kota Lama Surabaya berada di Jalan Panggung dan Jalan Pabean. Di sini, pengunjung bisa melihat beragam bangunan dengan gaya arsitektur khas Melayu. Seperti rumah panggung yang berwarna-warni.
Terakhir, Zona Arab di Kota Lama Surabaya bermula dari Jembatan Petekan sebagai akses pintu masuk. Penataan dilakukan dari kawasan Zona Arab. Ampel menjangkau Jalan Pegirian, Sasak, hingga KH Mas Mansyur. Zona ini menawarkan nuansa Arab karena memang banyak etnis Arab yang tinggal. Termasuk juga di dalamnya kompleks makam berikut Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya. Juga kulinernya yang khas etnis Arab.
Meskipun belum diresmikan, Zona Melayu dan Arab sudah menjadi jujugan wisatawan. Baik itu lokal, regional, nasional, hingga internasional. Sedangkan Zona Pecinan sudah diresmikan wali kota pada September 2022 lalu.
Proyek 5 Tahun ke Depan
Memang bukan pekerjaan yang mudah bagi Pemkot Surabaya melakukan revitalisasi dan mengoneksikan kawasan Kota Lama seluas 128 hektare yang dibagi ke dalam 4 zona itu. Butuh komitmen yang kuat serta waktu yang tidak sebentar.
Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan Kepala Bappedalitbang Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat. Ia mengatakan bahwa pihaknya merancang skema pengembangan berkelanjutan Kota Lama untuk kurun waktu lima tahun ke depan sehingga 4 zona tersebut sudah bisa terkoneksi.
"Kami mengembangkan Kota lama tidak berhenti sampai saat ini saja. Tetapi terus disiapkan untuk lima tahun ke depan. Apalagi luasannya mencapai 128 hektare yang terbagi ke dalam empat zona, yakni Eropa, Pecinan, Melayu, dan Arab," terangnya.
Mantan Kadishub Kota Surabaya itu menambahkan bahwa pengembangan kawasan Kota Lama Surabaya menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah. Sekaligus mempertahankan nilai sejarah di dalamnya.
Menurutnya, pengembang Kota Lama bukan revitalisasi kawasan semata, tetapi juga menyediakan akses keterhubungan yang bisa memudahkan pengunjung berpindah lokasi atau zona. "Misalnya, di situ dulunya kawasan perdagangan yang banyak gudang. Nanti kami ubah secara perlahan agar terkoneksi dengan susur sungai dan pasar ikan," sebutnya mencontohkan.
Pada tahap awal ini, salah satu yang sudah ditambahkan berupa kendaraan listrik. Fasilitas ini bisa dimanfaatkan para wisatawan untuk berkeliling kawasan tersebut. "Penyediaan kendaraan elektrik ramah lingkungan merupakan bagian mewujudkan compact city di sisi utara Surabaya. Selain mendekatkan fasilitas pelayanan publik, wisata, dan transportasi dengan masyarakat," ungkapnya.
Kemudian ada ramah bagi pesepeda. Termasuk yang menggunakan listrik. Jadi compact city dan eletrikfikasi berjalan beriringan untuk low carbon. Arahnya ke sana," imbuhnya.
Ivan melanjutkan, keterhubungan sarana dan prasarana publik seluruh wilayah untuk menopang berjalannya aktivitas masyarakat. Sebab, Kota Surabaya diupayakan tidak hanya menjadi wilayah perdagangan dan jasa. "Ketika ada orang datang dengan urusan apapun bisa diakomodasi. Misalnya konferensi setiap bulan dan model percontohan bagi kota lain," pungkasnya. (ari/rd)