Kejari Kota Mojokerto Dalami Dugaan Korupsi Istishna BPRS
Kejari Kota Mojokerto terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pada PT. BPRS Kota Mojokerto.
Mojokerto, HARIANBANGSA.net - Kejari Kota Mojokerto terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pada PT. BPRS Kota Mojokerto. Seperti telah diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi sekitar Rp 50 miliar. Kejari Kota Mojokerto telah memulai penyidikan pada sebagian pembiayaan dari BPRS yang diduga menimbulkan kerugian sekitar Rp 8 miliar.
Tidak mau berlama-lama, dalam bulan Februari ini, Kejari Kota Mojokerto juga telah memulai penyidikan pada dua pembiayaan lainnya. Nilai dugaan kerugian senilai sekitar Rp 6,2 miliar dan Rp 8,9 miliar.
Selain tiga penyidikan tersebut, dalam perkembangannya, jaksa secara khusus juga mendalami dugaan penyimpangan lainnya. Yaitu pada pembiayaan Istishna. Istishna adalah akad pemesanan suatu barang dari pihak 1 (pemesan) ke pihak 2 (produsen). Adapun dalam Istishna, pemesan memiliki kriteria sendiri untuk dibuatkan barang tersebut oleh produsen. Singkat kata, produsen harus membuatkan barang pesanan sesuai dengan keinginan pemesan.
Dari penyelidikan, sementara ini, diduga ada modus penggunaan perusahaan swasta yang dibuat atau didirikan atas nama orang-orang yang terafiliasi untuk usaha sektor properti.
Saat ini, jaksa juga telah memperoleh hasil audit oleh internal PT BPRS Kota Mojokerto ter-update. Khususnya mengenai pembiayaan istishna tersebut. Audit internal itu dapat melengkapi hasil audit pemerintah (eksternal) yang telah diperoleh sebelumnya. Sementara modus pembiayaan istishna ini menimbulkan kerugian sekitar Rp 5,8 miliar.
Pengungkapan kasus pada PT. BPRS Kota Mojokerto ini tidak lepas dari political will Pemerintah Kota Mojokerto. Tujuannya demi penyehatan PT. BPRS Kota Mojokerto hingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Kajari Kota Mojokerto Agustinus Herimulyanto menambahkan bahwa hasil proses hukum kasus tersebut dapat memberi kemanfaatan ke depan. “Nantinya proses hukum dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi pemerintah, khususnya pemkot dan BPRS melalui metode Corruption Impact Assessment (CIA),” katanya.
Saat ini, CIA tersebut telah mulai dikembangkan oleh Kejari Kota Mojokerto agar proses hukum tidak hanya berhenti pada pemidanaan saja, tetapi sampai pada perbaikan proses bisnis.(gus/rd)