Kepala Desa Diminta Dukung Rumah Restorative Justice

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mengapresiasi Rumah Restorative Justice yang berada di 18 desa dan 2 kelurahan di wilayahnya.

Kepala Desa Diminta Dukung Rumah Restorative Justice
Peresmian Rumah Restorative Justice di Kelurahan Sidokumpul, Senin (6/6).

Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mengapresiasi Rumah Restorative Justice yang berada di 18 desa dan 2 kelurahan di wilayahnya. Keberadaan tempat tersebut diharapkan menjadi alternatif keadilan yang berdasarkan hati nurani.

Rumah Restorative Justice merupakan tempat mediasi penyelesaian perkara hukum tanpa harus masuk ke ruang pengadilan. Namun hanya perkara pidana ringan yang menjadi ranah Rumah Restorative Justice.

Rumah Restorative Justice secara simbolis diresmikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati di kantor Kelurahan Sidokumpul, Kecamatan Sidoarjo, Senin (6/6). Forkopimda Sidoarjo hadir dalam peresmian itu.

"Kepada 18 kepala desa dan dua kepala kelurahan diharapkan atensinya terhadap jalannya RJ (restorative justice) untuk dijaga sehingga efek kebermanfaatannya berjalan baik," pinta Gus Muhdlor, panggilan karib Ahmad Muhdlor.

Gus Muhdlor juga berharap keberadaan Rumah Restorative Justice akan semakin banyak. Tidak hanya di 20 desa-kelurahan saja. Dengan begitu pelayanan hukum di Kabupaten Sidoarjo akan semakin baik.

"Terobosan ini menjadi warna baru bagi perjalanan hukum di Indonesia dimana ada salah satu cara penanganan perkara hukum yang mengandalkan humanisme, hati nurani demi mewujudkan keadilan yang setinggi-tingginya," ucapnya.

Gus Muhdlor juga berharap keberadaan Rumah Restorative Justice dapat juga dimanfaatkan sebagai tempat edukasi mengenai hukum. Dengan begitu, aparatur desa maupun masyarakat akan lebih paham tentang hukum. Hal itu penting untuk menghindari permasalahan hukum.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati mengatakan, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif yang bisa ditempuh. Yakni pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

Jika tiga unsur itu terpenuhi, maka perkara pidana dapat dilakukan di Rumah Restorative Justice tanpa masuk ruang pengadilan. "Dalam restorative justice ini ada upaya bagaimana menyelesaikan penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. Artinya tanpa dibawa ke ranah pemeriksaan di pengadilan," ucapnya.

Kajati Jatim mengatakan, konsep restorative justice menitikberatkan pada perdamaian suatu perkara pidana. Bukan lagi pemberian sanksi pidana. Oleh karenanya, dalam konsep restorative justice melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparatur pemerintahan sebagai mediasi para pihak yang berperkara.

Kajati Jatim Mia memberikan apresiasi yang tinggi kepada kejari Sidoarjo. Pasalnya, baru kejari Sidoarjo yang terbanyak di Jawa Timur membentuk rumah restorative justice. Di Kejati Jatim sendiri sudah terdapat 149 rumah restorative justice.

Kepala kejari Sidoarjo menyampaikan tahun 2022 ini, terdapat 2 perkara yang telah dilakukan restorative justice oleh Kejari Sidoarjo. Ia berharap penyelesaian perkara dapat ditempuh melalui Rumah Restorative Justice. Sehingga dapat mengurangi beban lapas atau rumah tahanan yang penghuninya sudah over kapasitas.

Dua puluh Rumah Restorative Justice itu di antaranya di Desa Dukuhsari, Desa Sukodono, Desa Gelam, Gading, Randegan, Simogirang, Wunut, Kemantren, Wonokasian, dan Sedati Agung. (sta/rd)