Kisah Pembatik Tertua di Banyuwangi

Bicara soal batik, Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari Temenggungan, sebuah wilayah di jantung kota yang merupakan sentra batik paling tua di Banyuwangi.

Kisah Pembatik Tertua di Banyuwangi
Mbah Sum saat membatik.

Banyuwangi, HB.net - Batik selama ini dikenal sebagai salah satu warisan Nusantara yang mendunia. Bahkan, saking ikoniknya, batik ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009.

Bicara soal batik, Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari Temenggungan, sebuah wilayah di jantung kota yang merupakan sentra batik paling tua di Banyuwangi.

Kampung ini terletak dibelakang Kadipaten Blambangan atau jika masa kini Pendopo Sabha Swagata Blambangan. Kampung Temenggungan merupakan tempat bermukimnya para pejabat pemerintahan pada masa itu.

Hampir setiap rumah di situ adalah perajin batik. Di sanalah usaha Batik Banyuwangi berawal. Salah satunya Kulsum (94) yang hingga kini masih eksis terus berkarya. Terlihat asap mengepul dari tungku perapian tradisional di samping rumahnya yang berlokasi di Lingkungan Gajah Oling, Kelurahan Temenggungan Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi.

Nenek yang akrab disapa Mbah Sum ini tengah sibuk dengan rutinitas kesehariannya, yakni membatik tulis dengan aneka motif khas Banyuwangi mulai pagi hingga sore. Ia mengaku mewarisi keahlian membatik dari orang tua dan Nenek Buyutnya. Ia menekuni membatik sejak kelas V SD pada Zaman pendudukan Jepang.

Menurutnya, Batik khas Banyuwangi memiliki beberapa motif. Selain Motif Gajah Oling ada juga motif Kangkung Stingkes, Paras Gempal, Kopi Pecah, Motif Kecaruk, dan Motif Wahyu Temurun.

"Motifnya ini sudah turun menurun. Tetapi motif Gajah Oling  yang paling terkenal dan telah menjadi ikon Banyuwangi," kata Mbah Sum yang suaranya masih terdengar jelas meski telah berusia hampir seabad, Rabu (08/03/2023).

Di usianya yang senja, Mbah Sum mengaku mampu menyelesaikan karya batik tulis Khas Banyuwangi sebanyak dua kain batik selama tiga hari. Pemesannya pun berasal dari dalam hingga luar kota.

"Gubernur Khofifah juga pernah datang ke rumah saya ini. Beliau juga mengajak saya di sebuah seminar dan memperkenalkan saya ke para pejabat lainnya," ujarnya dengan bangga.

Mbah Sum menasbihkan hidupnya untuk membatik, sehingga pada tahun 2021 lalu, dia mendapatkan penghargaan "Penjaga Tradisi" oleh Yayasan Batik Indonesia di Jakarta.

"Alhamdulillah selama puluhan tahun membatik, semua kebutuhan dapat tercukupi. Cucu saya sukses juga dengan membatik," pungkasnya. (guh/diy)