Larang Bangun Rombel Baru, DPRD Gresik Minta Dispendik Fokus Rehab Sekolah Rusak
Menurut ia, keputusan melarang Dispendik bangun ruang kelas untuk rombel baru karena banyak sekolah baik SDN dan SMPN kekurangan murid.
Gresik, HB.net - DPRD Gresik melarang Dinas Pendidikan membuat bangunan untuk rombongan belajar (rombel) baru. Sebab, saat ini masih banyak ruang kelas sekolah tak layak pakai. Baik itu Sekolah Dasar Negeri (SDN) maupun Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN).
"Pada tahun 2023 ini, kami, DPRD Gresik sepakat melarang Dispendik membangun ruang untuk rombel baru. Kami minta Dispendik fokus rehab sekolah yang rusak," ucap Ketua Komisi IV DPRD Gresik, Mohammad kepada HARIAN BANGSA, Selasa (30/5/2023).
Menurut ia, keputusan melarang Dispendik bangun ruang kelas untuk rombel baru karena banyak sekolah baik SDN dan SMPN kekurangan murid. Sementara banyak sekolah yang kondisi bangunannya tak layak untuk proses belajar mengajar.
"Makanya, anggaran Dispendik kami minta fokuskan untuk rehab sekolah-sekolah yang rusak," kata Anggota Fraksi PKB ini.
Ia lantas mencontohkan sejumlah sekolah SDN yang rusak. Antara lain, di UPT SMP Negeri 27 Balongpanggang, UPT SDN 86 Desa Sumari, Kecamatan Duduksampeyan dan sekolah lain.
"Jumlahnya masih sangat banyak. Mencapai ratusan sekolah yang rusak," tuturnya.
Ia menyebutkan bahwa, untuk memperbaiki kerusakan sekolah, baik SDN maupun SMPN dilakukan secara bertahap. Sebab, Pemkab Gresik terbentur kekuatan fiskal (anggaran).
Tahun ini, kata ia, Dinas Pendidikan baru mampu mengalokasikan anggaran untuk rehab sekolah Rp 7 miliar. Padahal kebutuhan riil untuk perbaikan sekolah yang rusak mencapai Rp 400 bahkan Rp 500 miliar.
Dari anggaran Rp 7 miliar tegas Mohammad, Rp 700 juta digunakan untuk pembangunan sekolah rusak parah di Kecamatan Balongpanggang tersebut.
"Yang untuk pembangunan sekolah di Balongpanggang ini pakai lelang. Sebab, anggarannya di atas Rp 200 juta," beber calon legislatif daerah pemilihan Gresik 2 (Duduksampeyan dan Cerme) ini.
Sementara untuk kerusakan lokal (ruang) kelas di sejumlah desa dilakukan dengan cara rehabilitasi. Anggaran di bawah Rp 200 juta. Sehingga, tidak menggunakan lelang.
Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani saat peresmian UPT SMPN 34 Gresik. FOTO: SYUHUD/HB.
Lebih jauh Mohammad menyatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk rehab sekolah rusak cukup besar Rp 400 hingga Rp 500 miliar.
"Pola penganggarannya bisa dengan cara multiyears (berkesinambungan) beberapa tahun anggaran. Bisa 3 tahun, 4 tahun dan seterusnya," jelasnya.
Namun demikian, kata ia, penganggaran dengan model seperti itu pun masih sangat membebani kekuatan fiskal APBD Gresik yang tergolong tak baik-baik saja.
Makanya, Dispendik Gresik harus pandai-pandai mencari bantuan pembiayaan. Bisa melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN. Juga bisa dengan cara menggandeng atau kerjasama dengan pihak ketiga.
"Bisa dengan cara kerjasama pemerintah swasta (KPS). Kan banyak itu di Gresik perusahaan-perusahan dengan corporate social responsibility (CSR)-nya diajak kerjasama rehab sekolah rusak," jlentrehnya.
Untuk itu, ia minta Dispendik membuat grand design perbaikan gedung SDN maupun SMPN rusak yang jumlahhnya mencapai ratusan. Langkah ini untuk mengetahui berapa jumlah sekolah yang rusak berat dan butuh segera dilakukan perbaikan. Sehingga, menjadi prioritas perbaikan.
"Dan, berapa sekolah yang mengalami rusak ringan, dan sedang. Makanya, grand designnya harus jelas," kata Bendahara DPC PKB Gresik ini.
UPT SMP Negeri 27 Balongpanggang saat mengalami kerusakan. FOTO: SYUHUD/HB.
Mohammad menambahkan, KPS untuk perbaikan kerusakan sekolah karena keterbatsan fiskal pemerintah ini sangat penting. Mengingat Dispendik pun tak bisa berharap banyak dari DAK. Sebab, kondisi fiskal APBN juga lagi tak baik-baik saja.
"Anggaran dari DAK terbatas, sementara banyak bangunan SDN dan SMPN yang tidak layak. Makanya, pola KPS sangat tepat," pungkasnya. (hud/ns)