Mahasiswa ITS Inovasikan Sumber Energi dari Bakteri Limbah

Semakin tingginya kebutuhan listrik rumah tangga menyebabkan perlu adanya inovasi sumber energi terbarukan sebagai substitusi energi fosil yang kian menipis.

Mahasiswa ITS Inovasikan Sumber Energi dari Bakteri Limbah
Ramadhita Putra Purnomo (kiri) dan Bryllian Michael Haholongan Kendek, tim mahasiswa Teknik Kimia ITS yang berhasil juara 1 pada ajang Improvement and Innovation Award 2024.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Semakin tingginya kebutuhan listrik rumah tangga menyebabkan perlu adanya inovasi sumber energi terbarukan sebagai substitusi energi fosil yang kian menipis. Berangkat dari permasalahan ini, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pun menciptakan sumber energi ramah lingkungan dari bakteri limbah lumpur minyak.

Ketua Tim Gasoileum ITS Ramadhita Putra Purnomo menerangkan, oil sludge atau lumpur minyak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan maupun penyimpanan minyak mentah.

Apabila limbah tersebut akan dibuang, perlu adanya perlakukan khusus agar limbah tidak mencemari lingkungan dan tidak jarang pula membutuhkan bantuan pihak ketiga untuk mengelolanya. “Biaya yang digunakan untuk melibatkan pihak ketiga juga tidaklah sedikit,” jelas pemuda yang biasa disapa Rama ini.

Dengan latar belakang tersebut, Rama bersama rekannya Bryllian Michael Haholongan Kendek pun mencari jalan keluar agar perusahaan di industri minyak dan gas dapat menghemat biaya operasional dari pengelolaan limbah. Akhirnya, ditelitilah limbah lumpur minyak tersebut dan ditemukan adanya bakteri Pseudomonas Aeruginosa sebagai microbial fuel cell (MFC) yang berpotensi untuk menghasilkan energi listrik dari elektron hasil penguraian glukosa nutrien oleh bakteri.

Selaras dengan Rama, Bryllian Michael Haholongan Kendek menjelaskan bahwa untuk menghasilkan listrik, bakteri tersebut perlu dicampur terlebih dahulu dengan nutrien yang berasal dari limbah rumah tangga, seperti sayuran atau buah-buahan. Mulanya, secara terpisah limbah rumah tangga itu dipotong menjadi bagian kecil dan dicampurkan dengan asam klorida (HCl). “Tujuannya untuk memecah molekul glukosa nutrien menjadi lebih kecil,” tambah pemuda yang akrab disapa Ian tersebut.

Selanjutnya, lanjut Ian, nutrien dan lumpur itu dimasukkan ke dalam tabung berukuran 1.000 mililiter yang sudah terpasang anoda dan katoda multimeter. Disusunlah campuran tersebut untuk membentuk tiga lapis bagian dengan perbandingan 1:3.

Dari percampuran ini kemudian akan terjadi sistem bio-elektrokimia yang mengubah glukosa nutrien menjadi elektron oleh MFC. “Elektron inilah yang kemudian menghasilkan tegangan dan arus listrik,” ujar mahasiswa Departemen Teknik Kimia ITS ini.

Lebih lanjut, Ian menyebutkan untuk mendapatkan potensi listrik yang maksimal membutuhkan waktu hingga tujuh hari. Di rentang waktu ke tujuh, energi listrik yang dihasilkan dari bakteri ini mencapai 21 Watt atau setara dengan daya untuk menyalakan lampu senter. Selain itu, efisiensi coulombic atau efisiensi elektrokimianya mencapai 5,16 persen dan 1,49 persen.

Hasil penelitian yang memuaskan ini pun telah mengantarkan Rama dan Ian menjadi juara I dalam ajang Forum Improvement & Innovation Award (IIA) 2024, beberapa waktu lalu. Ke depannya, tim Gasoileum pun berharap agar penelitian ini mampu dikembangkan dalam skala yang lebih besar agar energi baru yang berasal dari MFC ini dapat segera diimplementasikan. “Semoga penelitian kami juga sebagai pemacu para mahasiswa lain untuk menggagas energi baru dari limbah yang lain,” tutup Ian.(rd)