Meraup Cuan di Negeri Laskar Pelangi

Nama Belitung atau Belitong begitu kondang. Nama ini diambil dari bahasa setempat. Berasal dari nama sejenis siput laut.

Meraup Cuan di Negeri Laskar Pelangi
Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Fajar Wibhiyadi dengan latar belakang tumpukan timah batangan.

Surabaya, HARIANBANGSA.net - Nama Belitung atau Belitong begitu kondang. Nama ini diambil dari bahasa setempat. Berasal dari nama sejenis siput laut. Belitung dulunya juga dikenal sebagai Billiton. Pariwisata dan pertambangan menjadi primadonanya. Belitung sendiri adalah gugusan kepulauan dengan pantai-pantainya yang eksotik.

Luas Pulau Belitung mencapai 4.800,6 km2 atau 480.010 hektare (ha). Pulau ini merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung (Babel). Di pulau ini secara administratif terdiri dari dua kabupaten, yakni Kabupaten Belitung dengan Ibukota Tanjung Pandan. Sedangkan yang satunya, Kabupaten Belitung Timur dengan Ibukota Manggar.

Belitung mencuat gegara film Laskar Pelangi yang diadopsi dari novel best seller karya Andrea Hirata. Salah satu pantainya, Tanjung Kelayang, merupakan salah satu dari 10 Destinasi Wisata Prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata. Tak heran bila banyak orang yang menyebut daerah ini sebagai Negeri Laskar Pelangi.

Selain pariwisata, Belitung juga mempunyai potensi pertambangan. Selain itu, potensi lainnya adalah perikanan dan pertanian. Di Belitung, tanahnya banyak mengandung biji timah dan bahan galian lainnya. Seperti pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batu gunung, tanah liat, dan granit.

Potensi tambang timah atau stannum di Belitung memang luar biasa. Sebagian besar tambang timah ditangani oleh perusahaan PT Timah Tbk, yang merupakan salah satu BUMN yang mengelola pertambangan di Indonesia.

Indonesia sendiri merupakan negara kedua penghasil timah terbesar di dunia setelah China. Indonesia memiliki cadangan timah sebesar 22 pesen. Sedangkan China memiliki cadangan 47 pesen.

Menurut US Geological Survey pada Januari 2021, Indonesia khususnya Bangka Belitung, merupakan negara penghasil timah terbesar kedua di dunia dengan produksi 66.000 ton timah pada 2020.

Harta karun pertambangan timah ini sebenarnya sudah dieksplorasi ratusan tahun lalu, yakni sejak tahun 1711. Kandungan timah di Belitung sendiri mencapai 90 persen dari total produksi timah Indonesia.

Potensi besar ini memang harus dimanfaatkan betul-betul oleh PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), BUMN yang merupakan bagian dari Holding Danareksa. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2022, tentang Penambahan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) Danareksa.

Timah menjadi salah satu layanan usaha KBI sebagai lembaga kliring untuk pasar fisik timah murni batangan (ekspor dan perdagangan dalam negeri). Selain itu, layanan usaha KBI lainnya adalah sebagai pusat registrasi resi gudang dan lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi di perdagangan berjangka komoditi.

Menurut Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Fajar Wibhiyadi, KBI sebagai BUMN  memiliki tugas untuk menjadi akselerator ekonomi masyarakat. Hal ini dibuktikan di Bangka Belitung. Baik terkait perdagangan timah, maupun pemanfaatan sistem resi gudang.

“Beberapa Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan juga kami jalankan di Bangka Belitung. Harapannya, apa yang telah kami upayakan akan memberikan kontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat Bangka Belitung,” kata Fajar Wibhiyadi.

Fajar mencontohkan pemanfaatan resi gudang (RG) untuk komoditas timah yang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2020, jumlah RG yang diregistrasi mencapai 52, dengan volume 260.969 kg senilai Rp 65.369.483.922. Sedangkan  dari sisi pembiayaan mencapai Rp 26.944.681.016.

Sementara, tahun 2021, jumlah RG yang diregistrasi mencapai 132, dengan volume 664.214 kg senilai Rp 316.263.352.632 dan dari sisi pembiayaan mencapai Rp 206.932.171.269.

“Dengan memanfaatkan resi gudang, pemilik komoditas timah, khususnya eksportir, dapat memasukkan komoditasnya ke resi gudang. Mereka bisa sambil menunggu pengiriman ke negara tujuan. Dengan mekanisme ini, para eksportir dapat mendapatkan likuiditas keuangan,” jelas Fajar Wibhiyadi.

Dalam rilis PT Kliring Berjangka Indonesia, perdagangan pasar fisik timah murni batangan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) di kuartal I 2022, nilai transaksinya mencapai lebih dari Rp 5,5 triliun.

Dari transaksi pasar fisik timah ekspor terjadi trasaksi sebanyak 1.640 Lot dengan senilai USD 348,1 juta atau lebih dari Rp 4,8 triliun. Sedangkan untuk pasar fisik timah dalam negeri, di tahun 2022 sampai dengan kuartal I telah terjadi transaksi sebanyak 953 Lot senilai Rp 677,2 miliar.

Dalam ekosistem perdagangan timah di Bursa Berjangka Jakarta ini, KBI berperan sebagai lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi.

“Sebagai lembaga kliring, tentunya tugas KBI adalah memastikan bahwa transaksi yang terjadi telah sesuai dengan regulasi yang ada,” jelas Fajar Wibhiyadi.

Adanya pasar fisik timah melalui bursa ini tentunya menjadi sesuatu yang positif bagi negara. Dengn demikian, perdagangan timah murni batangan menjadi lebih transparan dan dipantau oleh negara.(rd)