Pemkab Ponorogo All Out Perjuangkan Reog Ponorogo Jadi Nominasi ICH UNESCO

Ekspresi kekecewaan masyarakat, pecinta, dan seniman ini diungkapkan secara spontan melalui pertunjukan Kesenian Reog Ponorogo dengan mengerahkan lebih dari 40 dadak merak di Jalan Aloon-aloon Utara, Jumat (8/4/2022) kemarin.

Pemkab Ponorogo All Out Perjuangkan Reog Ponorogo Jadi Nominasi ICH UNESCO
Kang Bupati Sugiri Sancoko saat pers release menegaskan akan terus berjuang bersama seluruh masyarakat dan Seniman Reog Ponorogo.

Ponorogo, HB.net  – Kabar lebih dipilihnya jamu oleh Kemendikbud Ristekdikti daripada Reog Ponorogo untuk diusulkan masuk daftar ICH UNESCO membuat hati masyarakat, seniman, dan Pandemen (Pecinta) Reog Ponorogo nelongso (Prihatin).

Bagaimana tidak dukungan internasional yang sangat diharapkan dalam pelestarian kesenian Reog Ponorogo yang menghadapi situasi sulit selama pandemi hampir pasti terkubur.

Ekspresi kekecewaan masyarakat, pecinta, dan seniman ini diungkapkan secara spontan melalui pertunjukan Kesenian Reog Ponorogo dengan mengerahkan lebih dari 40 dadak merak di Jalan Aloon-aloon Utara, Jumat (8/4/2022) kemarin.

Ribuan orang dengan wajah kecewa tumpah ruah memadati lokasi pertunjukan.

Disisi lain, Pemerintah Malaysia berencana mengklaim dan mengajukan kesenian Reog sebagai kebudayaan negaranya ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Pemerintah Indonesia terkesan abai dengan tidak memasukan kesenian Adhi Luhung Reog Ponorogo ke dalam daftar ICH UNESCO. Kesenian Adhi Luhung Reog Ponorogo dikalahkan oleh jamu.

“Kami kaget dengan keputusan Mendikbudristek, Nadiem Makarim yang secara nyata lebih memilih jamu dibandingkan dengan memilih Kesenian Adhi Luhung Reog Ponorogo untuk diusulkan ke dalam daftar ICH UNESCO. Ini bukti bahwa pemerintah abai terhadap pelestarian dan pemajuan kebudayaan asli rakyat Indonesia,” ujar Sugiri Sancoko sambil menahan kekecewaan.

Lebih lanjut Bupati Ponorogo menjelaskan bahwa dalam petunjuk operasional ICH UNESCO (Operational Directive for the Implementation of the Convention for the Safeguarding of the Intangibel Cultural Heritage, 2020) terdapat 3 prioritas dalam menentukan berkas usulan ICH UNESCO.

Kelompok Prioritas salah satunya adalah berkas dari negara yang belum pernah sama sekali memiliki elemen yang terinkripsi, praktik pelindungan terbaik yang terpilih atau yang mendapatkan bantuan internasional lebih dari US$ 100.000 dan berkas nominasi yang masuk dalam daftar warisan budaya tak benda yang membutuhkan pelindungan mendesak (USL).

“Kesenian Adhi Luhung Reog Ponorogo menjadi satu-satunya warisan budaya yang masuk dalam prioritas pertama yang diusulkan dalam berkas usulan daftar warisan budaya tak benda yang membutuhkan pelindungan mendesak (form ICH-01), sementara warisan budaya yang lain tidak masuk dalam prioritas tersebut. Mengapa Mas Menteri Nadiem tidak memilih Kesenian Adhi Luhung Reog Ponorogo sebagai pengusulan berkas nominasi yang masuk dalam daftar warisan budaya tak benda yang membutuhkan pelindungan mendesak?,” Lanjut Kang Giri, panggilan akrabnya.

Untuk itu Kang Giri bertekad akan terus berjuang bersama masyarakat Ponorogo dan seluruh Seniman Reog Ponorogo agar Kemendikbud Ristekdikti berubah pikiran dan menjadikan Reog Ponorogo menjadi usulan prioritas menjadi ICH UNESCO.

“Kami akan All Out. Dengan kekuatan yang ada, kami akan terus berjuang agar Seni Reog Ponorogo bisa diakui dunia internasional serta jangan sampai Seni Budaya Adhi Luhung ini dikalahkan oleh Corporasi Jamu. Jamu memang baik dan bagus, tetapi saat ini Reog Ponorogo sangat urgen untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai wujud eksistensi dan upaya bangkit setelah mengalami keterpurukan karena Pandemi Covid 19.”Pungkas Kang Bupati Sugiri Sancoko.

Sementara, Hari Purnomo, Salah satu Seniman Reog Ponorogo mengungkapkan bahwa selama 2 tahun pandemi, Reog Ponorogo yang merupakan kesenian komunal tidak boleh tampil.

Kang Bupati Sugiri Sancoko bersama Seniman Reog Ponorogo melakukan aksi pertunjukan memprotes Kemendikbudristek RI yang lebih memilih Jamu menjadi ICH UNESCO.

Kondisi ini membuat para seniman, perajin, dan pedagang kecil yang selama ini bergantung kepada pertunjukan Reog Ponorogo semakin terancam kondisi ekonominya.

"Kami terus terang kaget dengan keputusan Mendikbudristek yang mengabaikan suara wong cilik. Kami selama pandemi covid-19 merasakan betul kesulitan itu. Para seniman menjerit karena kesulitan melakukan pentas," ucap Mbah Pur, sapaan akrab Hari Purnomo.

Tidak hanya pandemi yang saat ini mengancam eksistensi Reog Ponorogo. Kabar pahit juga datang dari negeri seberang, Malaysia. Di mana dari dulu sampai sekarang tidak berhenti berupaya melakukan klaim terhadap kesenian asal Ponorogo, Indonesia.

"Ditambah dengan berita klaim Reog oleh Malaysia yang mau mendaftarkan Reog ke UNESCO, Reog justru dipinggirkan," ujar Mbah Pur, sapaan akrab Hadi Purnomo.

Dengan situasi ini, Mbah Pur menilai pemerintah abai untuk melindungi kesenian yang lahir dari Ponorogo Indonesia ini. Karena itu, ia menuntut pemerintah pusat melalui Kemendikbud Ristekdikti menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat.

"Negara tidak hadir untuk rakyat! Kami minta Menteri merevisi keputusannya dan mengusulkan Reog ke UNESCO sebagai bukti keberpihakan pada wong cilik!," ungkap Mbah Pur dengan geram. (yah/ns)