Perdana, Kang Marhaen Peringati Boyongan Pemerintahan Nganjuk

Selama ini proses pemindahan Pemerintahan Kabupaaten Nganjuk dari Kecamatan Berbek menuju Kecamatan Nganjuk, baru pertama kalinya diperingati.

Perdana, Kang Marhaen Peringati Boyongan Pemerintahan Nganjuk
Prosesi boyong saat Bupati Nganjuk Kang Marhaen tiba di depan pintu pelataran pendapa, sebelum memasuki kantor pemerintahan barunya. Bambang DJ/ HARIAN BANGSA.

Nganjuk, HARIANBANGSA.net - Selama ini proses pemindahan Pemerintahan Kabupaaten Nganjuk dari Kecamatan Berbek menuju Kecamatan Nganjuk, baru pertama kalinya diperingati.

Uri-uri budaya lokal (local wisdom) untuk mengingatkan kembali proses pemindahan pemerintahan, yang selama ini masyarakat hanya mengenal pawai alagoris.

Pawai alagoris yang diperingati pada tanggal 10 April, merupakan peringatan Hari Jadi Kabupaten Nganjuk. Sedangkan untuk boyong dilaksanakan tanggal 6 Juni 2023, dan pemindahan kota pemerintahan tepatnya tanggal 6 Juni 1880.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Bupati Nganjuk Marhaen Jumadi, usai prosesi boyongan dan sedekah bumi bertempat di Pendapa Sosro Koesoemo.

"Saya berterima kasih kepada seluruh masyarakat.Mereka antusias menyaksikan proses boyongan berlangsung", kata Marhaen, kepada Harian Bangsa, Selasa (6/6).

Dijelaskan, setidaknya ini pelurusan sejarah yang terjadi sejak usia 143 tahun, boyongan dan sedekah bumi baru pertama kali ini dilaksanakan. "Tadi saya juga meminta kepada sekda Nganjuk untuk diundangkan, agar bisa menjadi kegiatan rutin tahunan," jelasnya.

Menurutnya, banyak sekali potensi sejarah yang perlu kembali dihidupkan. Supaya generasi kedepan paham asal muasal kota pemerintahan kabupaten berada di Kota Nganjuk.

"Inilah bentuk kecintaan masyarakat dan perhatian pemerintah. Kecintaan ini kita rayakan bersama dalam sedekah bumi," pungkas Marhaen.

Ikut hadir dalam prosesi boyongan pemindahan kota pemerintahan kabupaten dari Kecamatan Berbek menuju Kecamatan Nganjuk, seluruh forkopimda. Mulai dari ketua DPRD, kapolres, dandim 0810, kajari, ketua pengadilan, sekda, organisasi pegiat sejarah, dan tokoh lintas agama.

Pada prosea boyong ini juga dimeriahkan dengaan tampilan kesenian daerah. Mulai dari jaranan, reog, barongsai, dan gunungan tumpeng.

Bahkan gunungan tumpeng seperti tradisi kepercayaan masyarakat Nganjuk. Mereka harus berebut untuk mendapatkan isi dari gunungan tumpeng yang berisikan dari berbagai hasil bumi.(ADV/bam/rd)