Pilkades Serentak Sidoarjo Tunggu Lampu Hijau Kemendagri
Rencana Pemkab Sidoarjo menggelar pilkades serentak pada 6 September 2020 tampaknya masih mengambang.
Sidoarjo, HARIAN BANGSA.net - Rencana Pemkab Sidoarjo menggelar pilkades serentak pada 6 September 2020 tampaknya masih mengambang. Saat ini pemkab masih menunggu lampu hijau dari Kemendagri terkait hajatan demokrasi tingkat desa itu. Pilkades serentak yang semula direncanakan 19 April 2020, terpaksa ditunda akibat pandemi Covid-19.
Wabup Nur Ahmad Syaifuddin mengatakan, forkopimda telah sepakat menggelar pilkades serentak pada 6 September 2020. Rencana itu diputuskan setelah pemkab menggelar pertemuan beberapa kali dengan forkopimda dan DPRD Sidoarjo.
"Tetapi kita tetap minta lampu hijau, minta persetujuan dari Kemendagri," cetusnya usai menghadiri rapat paripurna Lpj APBD 2019, di DPRD Sidoarjo, Senin (13/7).
Kata Wabup Nur Ahmad, sebelumnya ada surat dari Kemendagri yang menyarankan agar Pemkab Sidoarjo menunda Pilkades Serentak 2020, terkait pandemi Covid-19. Sehingga, kata wabup, meski bersifat saran, surat dari Kemendagri itu, menjadi perhatian pemkab dan akhirnya menunda pelaksanaan pilkades Serentak hingga kini.
Oleh karena itu, meski telah menjadwalkan kembali pelaksanaan pilkades serentak pada 6 September 2020, pemkab bakal tetap berkonsultasi ke Kemendagri, Pemprov Jawa Timur, Polda Jawa Timur, dan Kodam V Brawijaya. Kata wabup, surat kepada Kemendagri telah dikirim oleh sekda Sidoarjo. Namun hingga kini belum mendapatkan jawaban.
Wabup menegaskan, pihaknya tidak mau berspekulasi karena saat ini pandemi Covid-19 masih berlangsung. Sehingga rencana pemkab menggelar pilkades serentak pada 6 September 2020, setelah ada lampu hijau dari Kemendagri dan pihak terkait lainnya. Wabup menduga belum turunnya persetujuan dari Kemendagri itu karena angka Covid-19 di Surabaya Raya (termasuk Sidoarjo), belum turun drastis.
Ditegaskan wabup, terkait anggaran pilkades, sudah tidak ada masalah. Yang menjadi kekhawatiran, berkumpulnya massa saat pilkades serentak berlangsung. Jika massa berjumlah 3.000 orang, kata wabup, masih bisa diatur. Tetapi ada desa-desa yang pemilihnya lebih dari 5.000. Misalnya di Kecamatan Waru, ada desa pemilihnya berjumlah 14 ribu.
"Kalau pandemi Covid-19 ini trennya belum turun, lalu ada kumpulan di atas 5.000, kita menjadi berita nasional, bahkan internasional. Itu yang saya takutkan," ungkap Cak Nur, panggilan karib Wabup Nur Ahmad Syaifuddin. (sta/rd)