Relokasi Korban Banjir Kedubgbanteng, Warga Merasa Keberatan Pindah
“Tentu saja berat meningalkan kampung halaman. Seharusnya pemerintah mencari solusi cepat dan terbaik agar desa kami tidak terendam banjir. Bukan malah memindahkan kami,”cetus Herman warga RT 5 RW II Desa Kedungbateng.
Sidoarjo, HB.net - Warga Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin keberatan soal wacana relokasi yang diungkapkan PJ Bupati Sidoarjo Hudiyono beberapa waktu lalu. Mereka beralasan banjir masih bisa ditangani.
“Tentu saja berat meningalkan kampung halaman. Seharusnya pemerintah mencari solusi cepat dan terbaik agar desa kami tidak terendam banjir. Bukan malah memindahkan kami,”cetus Herman warga RT 5 RW II Desa Kedungbateng, Selasa (19/1).
Mantan ketua RT ini berharap, normalisasi sungai yang dilengkapi dam di sebelah Timur Desa Banjarpanji seharusnya cepat dilakukan agar aliran air lancar mengarah ke laut dan tidak menggenangi kampungnya.
“Pembuatan waduk buatan juga perlu segera dibangun agar kalau terjadi banjir, air bisa dipompa kesana,” Terangnya.
Selain itu, Herman juga berharap ada pembuatan sungai baru, karena sungai yang lama tidak lagi bisa menampung air akibat pengurukan tanah kaplingan serta pengurukan untuk keperluan eksplorasi gas.
“Banyak serapan air yang kini berubah menjadi tanah kavling dan pengurukan untul eksplorasi PT.Minarak Brantas Gas. Di sekitar kampung kami ada 6 titik eksplorasi. Kampung kami ini dikepung dari berbagai penjuru. Yang awalnya sawah, kini berubah menjadi urukan. Resapannya praktis berkurang,” kata Herman.
Selain itu, Herman mengaku memperoleh informasi dari BPBD, telah terjadi penurunan tanah sekitar 15 cm. “Kampung kami ini sekarang seperti cekungan. Kalau hujan deras, pasti menggenang dan air susah pergi,” imbuh Herman.
Hal yang sama diungkapkan Komari, warga RT 3 RW II Desa Kedungbanteng. “Kalau relokasi sangat berat,” ucapnya singkat.
Seperti diketahui, sejak akhir tahun 2019 lalu, dua desa di Kecamatan Tanggulangin yang awalnya ‘kering’ berubah menjadi langganan banjir. Celakanya, banjir tidak segera surut begitu musim hujan berhenti.
Pada musim penghujan Bulan Desember 2019 silam, perkampungan di dua desa tersebut terendam lebih dari enam bulan. Begitu pula kali ini, kampung mereka telah kebanjiran sejak Bulan Desember 2020 lalu.
Pemkab Sidoarjo sejatinya telah membantu sirtu untuk menaikkan rumah-rumah warga yang terendam banjir. Nilainnya miliaran rupiah. Dengan harapan, setelah dinaikan, rumah mereka bebas banjir. Namun setelah rumah warga dinaikkan, banjir tetap saja masuk kerumah warga. Banjir semakin tinggi.
“Menurut tim ahli dari ITS, di dua desa tersebut memang terjadi penurunan tanah,” tutur Hudiyono. Hal tersebut yang mendasari ia melemparkan wacana relokasi. Meskipun hal tersebut merupakan opsi terakhir.
“Nanti hasil dari rapat dengan warga dan tokoh masyarakat akan saya sampaikan ke bupati terpilih, termasuk wacana relokasi. Karena banjir ini harus ada penanganan konkrit,” Pungkas Hudiyono. (cat/ns)