Salahi Kewenangan, Fajar: Melawn Hukum, KPK Bisa Digugat
"Mengapa? Sebab, KPK salah kewenangan dalam penanganan perkara ini," ucap Andi Fajar Yulianto
Gresik, HB.net - Direktur YLBH Fajar Trilaksana (FT), Andi Fajar Yulianto menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan rersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi (TNI Aktif), dan Koordinator Administrasi (Korsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, bisa digugat perbuatan melawan hukum.
"Mengapa? Sebab, KPK salah kewenangan dalam penanganan perkara ini," ucap Andi Fajar Yulianto, Minggu (30/7/2023).
Menurut Fajar, kedua anggota TNI aktif itu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang sebesar Rp 88,3 miliar.
Fajar menyebutkan, penetapan tersangka terhadap Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya tersebut membuat polemik berbagai pihak. Mulai para penggiat hukum dan para ahli hukum. Hal ini menurut mereka kata Fajar, dipandang KPK telah mengambil keputusan mentersangkakan subyek hukum yang bukan kewenangannya.
Dalam kontek perkara ini, tegas Fajar, bukan persoalan perbuatan korupsinya, tapi KPK telah memunculkan kegaduhan mekanisme penegakan hukum.
"Ini sebuah preseden buruk sebuah kecerobohan penengak hukum salah dalam bertindak dil uar kewenangannya,' jelas Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Dikatakan Fajar, bahwa anggota TNI aktif ketika diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum terikat dengan proses dan mekanisme diserahkan ke internal TNI.
Yaitu, ada pada Peradilan Militer. Mengingat tujuan Hukum juga harus menjadi parameter tegaknya aturan secara fungsional demi Kepastian hukum.
"Walaupun penetapan tersangka diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan penentuan telah memenuhi unsur melawan hukum sebagaimana diatur oleh KUHP, dan lebih lanjut terkait korupsi diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 dan dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tuturnya.
Namun demikian, kata Fajar, dalam perkara ini yang perlu dicatat mekanisme penyelesaiam persoalan hukum sesuai wilayah wewenangnya peradilan militer. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, tentang Peradilan Militer.
"Dan, UU No. 31 tajun 1997 ini, sampai saat ini belum pernah dilakukan sebuah perubahan/ revisi secara substantif terkait kewenangan mengadili khusus bagi Anggota TNI oleh pihak legislatif," tuturnya.
Bahwa pasca perkara ini mencuat, sehingga membuat banyak tanggapan, ada permohonan maaf dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di Gedung KPK pada Jumat (28/7/202).
"Wakil Ketua KPK pada pokok intinya tegas meminta maaf dalam melaksanakan tugas Penyelidik KPK tangkap tangan itu menyadari betul tentang kekhilafan. Ada kelupaan, dan akhirnya salah prosedur. ia mengakui memang bukan seharusnya KPK yang menangani hal ini," jlentreh Fajar.
Untuk itu, kata Fajar, telah jelas. Terang benderang. Fakta tak terbantahkan, KPK mengakui hal itu. Perbuatan KPK dalam menjalankan tugasnya masuk kriteria perbuatan kesewenang- wenangan.
"Dan, bagi pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige overheidsdaad), dengan diajukan secara keperdataan di Pengadilan Negeri, karena KPK telah memenuhi unsur tindakan nyata (rechtshandeling) yang akan berakibat hukum bagi subyek hukum," terang Fajar.
Hal in, tambah Fajar,i mengingat petunjuk Peraturan Mahkamah Agung RI (Perma RI) Nomor: 2 tahun 2019, tentang Pedomam Pemyelesaian Sengketa tindakan Pemerintahan dan Kewenangan mengadili perbuatan melanggar Hukum oleh badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
"Secara umum perbuatan Melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang isinya "Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut"," pungkas Fajar. (hud/ns)