Segarnya Legen Tuban yang Legendaris saat Ramadan, Tak Sesegar Nasib Mak Jah yang Memproduksi
Banyak lika-liku ketika Mak Jah menjalani usaha bersama almarhum suaminya. Dia bercerita, kala itu legen belum setenar seperti sekarang. Bahkan, jika dijual terkadang tak laku hingga akhirnya juga dikasih ke orang lain. Gratis.
Tuban, HB.net - Siapa yang tak kenal legen Tuban yang legendaris. Lebih-lebih saat Ramadan, minum es legen menjadi pelepas dahaga yang tuntas. Segarnya legen Tuban ini orang pun kemudian menyebutnya Sprite Jawa, sehingga terkenal di seluruh daerah.
Di balik segarnya legen Tuban ada nama nenek Warkijah (60) (Mak Jah) warga Kelurahan Panyuran, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban yang tetap berproduksi sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini, tak kenal istilah untung atau rugi. Hal itu dia lakukan untuk mempertahankan eksistensi legen Tuban yang dirintis suaminya sejak puluhan tahun.
Banyak lika-liku ketika Mak Jah menjalani usaha bersama almarhum suaminya. Dia bercerita, kala itu legen belum setenar seperti sekarang. Bahkan, jika dijual terkadang tak laku hingga akhirnya juga dikasih ke orang lain. Gratis.
"Sebelum jadi penjual, suami sering mengambil legen di pohon. Lalu tak kasihkan ke orang-orang siapa saja yang mau. Siapa yang mau minum ya tak kasih. Saya juga orangnya pemalas," tutur Mak Jah saat ditemui di rumahnya, Rabu (13/4/2022).
Trik sedekah ini ternyata jitu. Orang-orang menjadi suka dan ketagihan. Orang pin akhirnya mau membeli legen yang dijajakan suaminya. Pelan tapi pasti, orang mulai gandrung dengan legen. Nasib berkata lain. Suaminya meninggal lebih dulu. Dia pun harus meneruskan usaha itu bersama anak-anaknya.
Mak Jah pun jadi pedagang legen sukses dan dapat mencukupi kedua anaknya, meski ditinggal sang suami. Mak Jah sebagai penjual ternyata tak hanya memberi manfaat untuk keluarganya saja. Melainkan juga bagi warga sekitar yang berprofesi pemanjat pohon bogor untuk mencari legen. Ada 17 pemanjat yang selalu mengirim stok ke Mak Jah setiap harinya.
Badai Covid pun ikut menghantam Mak Jah. Dua tahun dia tatap membeli pasokan legen, meski pasar sepi. Uang tabungan pun ludes untuk tetap menampung legen yang ada.
“Bagi saya, rugi tak masalah asalkan para pemanjat legen itu punya penghasilan dan dapat memberikan nafkah pada keluarganya. Yang penting para pemanjat itu bisa memberi makan anak dan istrinya,”terang Mak Jah.
Kini pasar legen mulai bergairah lagi. Lebih-lebih saat Ramadan seperti ini. Mak Jah pun tak perlu susah menjual. Pembeli dan pedagang berdatangan ke rumahnya yang sederhana untuk mengambil legen.
"Kalau penghasilan berapa perhari ndak tak hitung, sebab kalau ada yang beli uangnya langsung tak taruh tas. Sedangkan, kalau ada orang yang ngirim legen ya tak kasih uang," papar Mak Jah dengan polos.
Setiap hari, legen yang dikelola mampu terjual sekitar 500 liter dan perbotol dipatok Rp 15.000. Sebenarnya harga jual perbotol tak menjadi patokan, sebab pembeli terkadang dikasih lebih. Dari situlah mungkin rezeki Mak Jah terus mengalir.
"Alhamdulillah sampai sekarang juga masih melakoni usaha ini," timpal Mak Jah. (suwandi)