Unej Gelar CHRM2, Tunjukkan Kepekaannya ke Kaum Difabel
Menurut Ketua CHRM2 Unej, Al Khanif, Jember sendiri memiliki sebuah peraturan yang cukup baik, yakni Perda No. 7 Tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Namun amat disayangkan olehnya, perda tersebut belum berjalan dengan semestinya.
Jember, HB.net - Universitas Jember (Unej) menunjukkan kepekaannya terhadap kaum difabel melalui The Centre for Human Rights Multiculturalism and Migrations (CHRM2).
Unej telah bekerjasama dengan Pemerintah Belanda untuk menggelar kegiatan, pada 16-20 Januari 2023, yang fokus pada penguatan kapasitas, guna memaksimalkan perlindungan HAM, khususnya bagi kaum difabel.
Menurut Ketua CHRM2 Unej, Al Khanif, Jember sendiri memiliki sebuah peraturan yang cukup baik, yakni Perda No. 7 Tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Namun amat disayangkan olehnya, perda tersebut belum berjalan dengan semestinya.
"Itu ada kuota (dalam perda), dua persen sama satu persen untuk penyandang disabilitas bekerja. Dua persen itu (berlaku) untuk BUMD dan BUMN, satu persen (berlaku) untuk swasta. Kan tidak ada (yang menjalankan) satupun?," ungkapnya di sela kegiatan tersebut, Selasa (17/01/2023).
Pasca kegiatan yang ia selenggarakan tersebut, pihaknya berencana akan ada lanjutan kegiatan yang memertemukan stakehoder yang ada, termasuk BUMD, BUMN, dan pihak swasta yang ada di Jember. Pihaknya akan mengomunikasikan hal tersebut dengan pihak parlemen.
"Kita ingin mereka paham dan tau kalau ada norma ini (tentang penyandang disabilitas)," ujarnya. Menurutnya, dengan upaya yang pihaknya lakukan, yakni dorongan untuk kaum difabel melalui penerapan perda yang ada, Jember akan menjadi percontohan bagi seluruh daerah di Indonesia.
Seperti di banyak daerah yang ada di Indonesia, belum satupun yang melakukan penerapan atas peraturan yang mereka buat sendiri untuk kaum difabel. "Rata-rata setelah perda itu ditetapkan, DPRD lepas tangan, diserahkan ke pemerintah daerah. Lalu pemerintah daerah tidak tahu (pelaksanaannya) mekanismenya. Anggarannya juga tidak ada," ucapnya.
Ia juga menilai, pihak legislatif juga tidak tahu, bahwa dalam proses pembuatan dan penerapan aturan hukum, perlu adanya evaluasi secara berkala, terkait efektivitas produk hukum tersebut. Selain sebagai kritik, pihaknya prihatin terhadap para pemangku kebijakan yang sedang menjabat.
"Makanya mereka (pemangku kebijakan) juga kita ajak (dalam kegiatan), agar ini menjadi siklus baru, kolaborasi yang baik antara lembaga-lembaga Negara," pungkasnya. (yud/bil/diy)