17 Tahun, Belum Ada Bacapres yang Komitmen Siap Bantu Korban Lapindo
Nasib ganti rugi ratusan korban lumpur sampai berjalan 17 tahun ini, belum beres.
Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Nasib ganti rugi ratusan korban lumpur sampai berjalan 17 tahun ini, belum beres. Data yang ada, sekitar 214 berkas milik korban lumpur dari mulai milik perorangan dan pengusaha, sampai saat ini belum tuntas pelunasannya.
Dari ketidakjelasan atau terkatung-katungnya ganti rugi yang belum jelas. Banyak korban lumpur yang berharap ada penanganan dari pemerintah untuk menyeleseikan itu. Terlebih kepada pejabat publik yang mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden di Pemilu 2024 mendatang.
M Nizar, salah satu korban lumpur asal Jatirejo, Kecamatan Porong berharap pemerintah pusat serius menangani ganti rugi rumah atau aset warga mapun pengusaha yang ditenggelamkan oleh lumpur panas yang keluar dari area sumur Banjarpanji l Renokenongo Kecamatan Porong milik Lapindo Brantas lnc.
"Warga yang tergabung di kelompok saya, ada sebanyak 46 warga. Ganti rugi yang diberikan oleh Lapindo saat itu hanya aset bangunan rumah saja, aset tanahnya belum diberikan ganti rugi. Jadi 46 warga itu mendapatkan ganti rugi bangunan saja dengan nilai Rp 1,5 juta per meter," katanya, Senin (25/9).
Dia menjelaskan, perjanjian antara PT. Minarak Lapindo Jaya dengan warga (kelompok 46 warga Jatirejo) memang diselesaikan di luar skema yang ada. Ganti rugi yang diberikan adalah bangunan rumahnya saja. "Sedangkan aset tanah dari 46 warga itu tidak dijual sampai ada kejelasan terkait nilai ekonomi dari tanah tersebut," ungkapnya.
Selain berharap kepada pemerintah, pria yang akrap disapa Ipung itu juga berharap ada keikutsertakan pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan juga Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) untuk ikut peduli dengan nasib terkatung-katungnya ganti rugi korban lumpur ini.
"Saya ingin Gubernur Jatim Bu Khofifah dan juga Gus Muhdlor selaku bupati Sidoarjo ikut cawe-cawe mendorong atau lainnya kepada pemerintah pusat agar masalah ganti rugi ini segera terseleseikan," imbuhnya.
Selain berharap kepada pemerintah, dia juga belum melihat dan mendengar ada capres maupun cawapres yang peduli menemui permasalahan yang dialami korban atau calon yang komitmen akan menyeleseikan masalah korban lumpur jika terpilih dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Memang saat ini masih tahapan masih bakal calon, belum resmi ditetapkan sebagai calon resmi di Pilpres 2024 mendatang. Tapi kalau di masa bakal calon sudah mau mendengar dan peduli terhadap nasib korban lumpur Lapindo, saya kira juga bagus,” jelasnya.
Tentunya juga harus dibarengi komitmen yang jelas kalau terpilih mendatang, jika sampai dalam masa pemerintahan Jokowi kedua ini, penanganan masalah ganti rugi korban lumpur belum beres.
Dirinya juga mendengar seperti gubernur Jatim saat ini (Khofifah) termasuk publik figur yang di gadang-gadang akan digandeng sebagai cawapres oleh salah satu capres. "Warga korban lumpur pasti akan mengacungi jempol jika ada capres maupun cawapres yang siap atau komitmen dalam masalah penanganan ganti rugi korban lumpur,” katanya.
Seperti diketahui, ada 214 berkas milik korban yang penyelesaian ganti rugi belum beres. 46 berkas milik warga Jatirejo yang diberikan ganti rugi hanya untuk bangunan rumah yang ada. Sedangkan aset tanahnya belum.
Ada 31 berkas milik pengusaha korban lumpur yang semula ganti ruginya b to b (business to business) yang saat ini belum juga terlunas. Serta sisa ganti rugi sebanyak 137 berkas yang belum terbayar karena masih dalam sengketa keluarga.
Selain ganti rugi korban lumpur belum beres, per 21 Juni 2023, bencana lumpur Lapindo masih menyisakan utang hingga Rp 2,2 triliun kepada negara. Kemenkeu pun belum mendapatkan komitmen dari kelompok usaha Grup Bakrie ini untuk mengembalikan uang negara tersebut.
Di kawasan tersebut terdapat sekitar 16 desa di 3 kecamatan tergenang lumpur akibat semburan Lapindo. Selain itu, 30 pabrik yang terkena dampak genangan lumpur Lapindo ini terpaksa menghentikan aktivitas produksinya sehingga ribuan tenaga kerja juga harus kehilangan sumber mata pencahariannya.(cat/rd)