Bahaya Radikalisme Bisa Muncul saat Usia Sekolah
Tumbuh suburnya moderasi beragama harus dimulai dari yang paling bawah. Pasalnya, bahaya laten radikalisme muncul dan tertanam sejak usia pelajar, bukan saat sudah dewasa.
Sidoarjo, HARIANBANGSA.net - Tumbuh suburnya moderasi beragama harus dimulai dari yang paling bawah. Pasalnya, bahaya laten radikalisme muncul dan tertanam sejak usia pelajar, bukan saat sudah dewasa.
Hal ini ditegaskan Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Abdullah Nasikh, dalam sambutan acara Deklarasi Sekolah Toleransi SMPN 1 Waru Sidoarjo, Sabtu (21/1) lalu. Karena itu, Nasikh mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan dalam program pencegahan bahaya radikalisme dan toleransi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ketua Komunitas Seni Budaya BrangWetan Henri Nurcahyo, program Cinta Budaya, Cinta Tanah Air ini sudah berlangsung sejak tahun 2020. Kegiatan ini berlangsung dua tahap hingga berakhir tahun 2023 ini.
Lima sekolah yang menjadi penerima manfaat adalah SMPN 1 Taman, MA Nurul Huda Sedati, dan SMPN 1 Taman. Ketiganya sudah melaksanakan Deklarasi Sekolah Toleransi dan segera disusul oleh SMPN 1 Gedangan dan SMAN 1 Gedangan.
Dikatakan lebih lanjut oleh Abdullah Nasikh, bahwa toleransi dan sikap ramah jangan hanya berkembang sebagai slogan. Kita butuh pendidikan yang berbudaya dan berkarakter bukan sekadar pendidikan yang formalistik.
Karena itu niat untuk menumbuhkembangkan budaya toleransi, keramahtamahan, dan andap asor perlu diapresiasi. Jangan hanya berhenti di seremonial dan deklarasi tapi di-support dan menjadi kesatuan manunggal dengan program kedinasan secara utuh.
Nasikh juga berharap agar program ini dilanjutkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan karena buku panduan dari BrangWetan sudah dapat digunakan sebagai acuan. "Sekolah toleransi harus sejalan dengan sekolah inklusi," tegasnya.
Tugas kita, kata Nasikh, sebetulnya tidak berat, karena yang dilakukan bukan menimbuhkan dan membangun toleransi, tapi merawat karena budaya toleransi sudah ada sejak zaman nenek moyang kita.
Zaman Majapahit budaya Buddha dan Hindu sudah berdampingan sebagaimana ditulis dalam Negara Kertagama. Demikian juga Borobudur yang Buddha berdekatan dengan Prambanan yang Hindu dibangun dalam masa yang tidak lama.
Dikatakan oleh Nasikh, deklarasi toleransi juga harus diketahui indikatornya. Sebagaimana dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ada indikator baru, yaitu Indikator Kesalehan Sosial, yang meliputi budaya toleransi, kesetiakawanan sosial, dan budaya atau kearifan lokal.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo Tirto menjelaskan panjang lebar mengenai Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5), yang merupakan gambaran pelajar Indonesia sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai- nilai Pancasila.
Acara Deklarasi Sekolah Toleransi ini ditandai dengan pemancangan papan nama, penyerahan surat keputusan Sekolah Toleransi, penandatanganan Piagam Sekolah Toleransi oleh kepala Sekolah SMPN 1 Waru, Kepala Dinas Dikbud Tirto, dan ketua Komunitas BrangWetan. Dalam kesempatan itu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Sidoarjo juga menyerahkan piagam penghargaan sebagai Sekolah Pengembang Toleransi kepada SMPN 1 Waru.(cat/rd)