Bapenda Bojonegoro Siap Bantu Pencairan ADD Jika Terkendala

Kabid Pajak Daerah 2 Bapenda Kabupaten Bojonegoro Hendri Eko menjelaskan, Bapenda bersifat screening atas pelunasan PBB yang ada di desa.

Bapenda Bojonegoro Siap Bantu Pencairan ADD Jika Terkendala

 

Bojonegoro, HB.net  – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) siap memberi pelayanan guna memperlancar pencairan ADD. Sebab Pajak Bumi Bangunan (PBB) menjadi salah satu syarat untuk pencairan. Salah satu cara penyelesaiannya yakni deteksi dini.

Kabid Pajak Daerah 2 Bapenda Kabupaten Bojonegoro Hendri Eko menjelaskan, Bapenda bersifat screening atas pelunasan PBB yang ada di desa. “Kita harus kembali ke semangat kenapa PBB ini di daerahkan. Salah satunya karena daerah yang mengetahui langsung kondisi PBB,” ujarnya Senin, (03/01/22).

Kenapa diserahkan ke daerah melalui desa, Hendri menjelaskan, pemdes diharapkan ada umpan balik kepada Bapenda. Dia mencontohkan pada tanah tergerus di tepi bengawan. Jika pihaknya tidak mendapat laporan, tentu tidak ada penyelesaian. Untuk itu, informasi lebih dini sangat diharapkan.

Lalu di dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), menurutnya masih banyak warga yang belum memperhatikan bahwa ada waktu sanggah selama tiga bulan. Waktu sanggah digunakan saat ada permasalahan di lapangan. Contohnya, seperti sebuah bangunan dan tanah tercatat luas 300 meter persegi, namun sebenarnya 200 meter persegi. Persoalan tersebut bisa diurus dalam masa sanggah.

 “Karena merasa tidak sesuai, akhirnya terjadilah tidak membayar. Kami ada waktu melayani hingga September,” tandasnya.

Hendri mengimbau kepada warga untuk pelunasan PBB. Sementara selaku pemdes yang lebih dekat dengan masyarakat, turut membantu mengingatkan warganya untuk membayar PBB. Selain itu, jika terjadi jual-beli atau balik nama antar warga, juga diimbau untuk melapor ke pemdes.

 “Nah, kenapa di akhir-akhir masa tahun anggaran atau masa pajak ada desa tidak lunas? Bisa jadi, kami menemukan SPPT yang kita sebarkan ke desa pada Maret, ternyata tidak sampai ke masyarakat. Jadi, ada yang tertunda dan tidak dilaporkan kepada Bapenda. Contoh, beberapa unit kavling yang tidak diketahui pemiliknya, SPPT yang tidak tersalurkan ditumpuk di desa dan baru dikabarkan di hari-hari seperti ini,” jelasnya.

Hendri melanjutkan, jika objek tidak diketahui, pemdes bisa melaporkan pada Bapenda di awal saat menerima SPPT. Sehingga pihak Bapenda dapat membantu prosesnya. Salah satunya bisa melalui pelacakan transaksi melalui BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan).

Ke depan, pemdes berperan penting karena mengetahui kondisi objek pajak lebih detail. Hendri juga berharap, jika ada objek pajak yang tidak diketahui bermasalah atau objek tidak sesuai, Bapenda dengan senang hati menerima pelayanan.

 “Setelah diadakan penelusuran, ternyata ada beberapa perangkat desa yang ternyata belum melunasi PBB atas BK Desa yang digarap. Salah satu desa dan besarnya akumulatif sekitar Rp62 juta. Tentunya ini bertolak belakang dengan asas panutan. Seharusnya perangkat desa menjadi panutan dengan patuh membayar PBB atas objek yang diterima manfaatnya,” katanya.

Sebab, lanjut Hendri, APBD itu ibarat saku kanan dan saku kirinya adalah APBDES. Di mana komponen ADD adalah bagi hasil pajak daerah (BHPD) dan bagi hasil retribusi daerah (BHRD) yang salah satu sumbernya adalah PBB-P2.  (eki/ns)