Belajar dari Kasus Eriksen
Dunia sepakbola nyaris kehilangan pemainnya lagi. Adalah Christian Dannemann Eriksen atau akrab dikenal dengan Christian Eriksen yang kolaps dalam laga Denmark vs Finlandia di Parken Stadium, Kopenhagen.
Surabaya, HARIAN BANGSA.net - Dunia sepakbola nyaris kehilangan pemainnya lagi. Adalah Christian Dannemann Eriksen atau akrab dikenal dengan Christian Eriksen yang kolaps dalam laga Denmark vs Finlandia di Parken Stadium, Kopenhagen. Duel ini adalah pembuka Grup B Piala Eropa 2020, Sabtu (12/6) malam.
Jelang babak pertama usai, pemain Inter Milan itu tetiba ambruk. Sebelumnya dia menerima umpan dari koleganya. Namun bola tak diterima dengan sempurna. Gelandang serang itu tak bergerak sama sekali. Ia tengkurap. Tak bergerak di detik-detik awal kolapsnya.
Tak beberapa lama, rekan-rekan setimnya mendekat. Mereka segera memberi bantuan. Drama di tengah lapangan sekitar 10 menit itu kian mencekam. Pasalnya, petugas medis mulai berdatangan untuk memberikan bantuan. Penonton menangis. Rekan setimnya menitikkan air mata. Pelatih sedih.
Setelah mendapat perawatan, tak beberapa lama, kondisinya mulai stabil. Pemain kelahiran 14 Februari 1992 ini segera mendapat perawatan cardio pulmonary resuscitation (CPR) dan dilarikan ke rumah sakit. CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu.
Dari drama kemanusiaan ini, setidak ada beberapa catatan menarik. Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Bahwa slogan respect bukan sekadar sebuah kata yang kerap digaungkan dalam dunia sepakbola. Respect benar-benar diwujudkan dalam kasus ambruknya Eriksen.
Pertama, acungan jempol patut ditujukan kepada Simon Kjaer. Kapten Denmark ini adalah orang pertama yang memberikan bantuan kepada Eriksen. Pemain AC Milan ini memastikan lidah sohibnya tak tergigit. Ia juga menjadi orang pertama yang memanggil tim medis.
Simon pula yang yang membuat media tak bisa leluasa merekam penanganan pertama terhadap rekannya itu. Ia juga memerintahkan rekan setimnya untuk membuat pagar manusia sebagai penghalang. Tak hanya itu. Ia juga menenangkan istri Eriksen, Sabrina Kvist Jensen, yang harap-harap cemas di pinggir lapangan.
Penonton juga turut memberikan penghormatan. Para pendukung Finlandia meneriakkan “Christian”. Sementara pendukung Denmark bergantian meneriakkan “Eriksen”
Sikap respek juga ditujukan kepada pendukung Finlandia. Bendera Finlandia diberikan pendukung itu untuk melindungi Eriksen dari sorot kamera. Ia rela memberikan bendera berukuran raksasa kepada tim medis. Tujuannya agar bisa menutupi Eriksen dari sorot kamera saat sedang ditandu ke luar lapangan. Apa yang dilakukan oleh pendukung Finlandia tersebut mendapatkan reaksi luar biasa di media sosial.
Para pemain Finlandia juga menunjukkan respeknya kepada Eriksen. Mereka bertepuk tangan setelah petugas medis memastikan selamat dan ditandu ke luar lapangan.
Media juga menunjukkan respeknya atas kejadian ini. Mereka tidak menyiarkan ulang kejadian kolapsnya Eriksen. Kamera juga lebih banyak mengambil angle long shoot daripada jarak dekat. Cameraman juga tak berupaya menelisik lebih jauh kejadian ini. Padahal, dengan teknologi Spidercam, semuanya sangat memungkinkan, sangat leluasa.
Dari kejadian ini muncul beberapa pahlawan yang tak terduga datangnya. Mereka ada di sekitar kita. Mereka menunjukkan respeknya meski di lapangan hijau adalah lawannya. Semestinya respek menjadi pegangan kita semua di luar lapangan. Tak hanya di sepakbola.(rd)