Bunga Mawar Venezuela Mulai Bermekaran di Surabaya
Disebut mawar venezuela karena bentuknya menggantung di pohon sekilas seperti mawar. Tanaman ini disebut juga sebagai bunga lampion, karena memiliki warna merah terang dan menggantung seperti lampion.
SURABAYA, HARIANBANGSA.net - Bunga lampion atau yang dikenal mawar venezuela tumbuh subur dan bermekaran di Kota Surabaya. Padahal di tempat aslinya, pohon itu tumbuh di hutan dengan suhu sekitar 19–25 derajat celcius. Bunga langka itu tumbuh di pedestrian Jalan Sedap Malam dan di sisi kiri Museum Bank Indonesia (BI).
Disebut mawar venezuela karena bentuknya menggantung di pohon sekilas seperti mawar. Tanaman ini disebut juga sebagai bunga lampion, karena memiliki warna merah terang dan menggantung seperti lampion.Sedangkan dalam bahasa ilmiah, bunga ini bernama brownea grandiceps.
Di bulan Juli 2020, bunga lampion yang berada di pedestrian Jalan Sedap Malam (Pintu masuk sisi timur Balai Kota Surabaya), tumbuh mekar. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya, Erna Purnawati kaget, saat melihat mawar venezuela ini tumbuh mekar di sisi timur pintu masuk Balai Kota Surabaya.
"Kita tanam (mawar venezuela) itu sudah tahun 2012. Alhamdulillah kemarin kita kaget karena mekar. Terus yang bikin kaget lagi, tak pikir satu (bunganya), ternyata nambah-nambah," kata Erna sapaan lekatnya, Kamis (16/07).
Erna pun bercerita penanaman bunga langka ini. Kala itu di tahun 2012, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, menginstruksikan tak hanya sekadar membangun pedestrian jalan dengan ukuran minimal 2x2 meter untuk mencegah terjadinya genangan. Tapi, untuk motif hingga PJU (Penerangan Jalan Umum) pedestrian, juga harus dilakukan penataan. Bahkan untuk tanamannya sendiri dipilihkan yang unik dan langka.
"Karena Bu Wali orang arsitek, jadi tidak hanya sekadar membangun pedestrian saja. PJU-nya, motifnya, juga disentuh sama Bu Wali. Kemudian tanamannya waktu itu Bu Wali juga minta yang langka-langka,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, seperti pohon pule, jacaranda dan butea monosperma. Dulu, tidak ada orang menanam di kota. Sebab, tumbuhan itu habitatnya ada di hutan atau luar negeri. Nah, di beberapa titik lokasi pedestrian Surabaya, pohon-pohon itu tumbuh dengan subur. Termasuk pula bunga lampion yang menjadi ide gagasan dari Wali Kota Risma.
“Sebenarnya di hutan (bunga lampion) banyak, tapi kan untuk adaptasi ke kota agak susah, karena dia biasa di (iklim) dingin, antara 19 – 25 derajat,” ujarnya.
Menurut Erna, meski untuk perawatan bunga lampion ini mudah, namun tumbuhan ini biasa beradaptasi pada iklim dingin seperti di hutan. Nah, dengan mekarnya bunga lampion di pedestrian kota ini tentunya semakin menambah estetika kecantikan jalan. “Karena memang bunganya (lampion) bagus, terus bu wali dulu juga minta pedestrian itu ditanam pohon yang langka-langka,” tuturnya.
Kepala Bidang RTH dan PJU Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya, Hendri Setianto menjelaskan, bunga lampion ini memiliki batang yang keras seperti pohon jambu air. Dalam usia 4–5 tahun, biasanya tanaman ini sudah berbunga. “Karena di Surabaya sangat jarang sekali ditemui makanya langka, dan bunganya itu dalam satu tahun mekar di bulan-bulan tertentu saja,” kata Hendri.
Menurutnya, bunga lampion ini saat mekar hanya dalam kurun waktu 10 hari. Nah, setelah itu bunganya akan rontok dan muncul lagi. Sedangkan untuk perawatannya sendiri terbilang cukup mudah. Yang terpenting adalah airnya cukup dan diberi pupuk agar tumbuh subur. “Nanti kita cangkok, kita coba kembangkan,” pungkasnya. (ian/ns)